Ketua KPK Respons Putusan Hakim Soal Status Tersangka Eddy Hiariej Tak Sah: Kita Pelajari Dulu
Ketua KPK Nawawi Pomolango angkat bicara soal putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan Eddy Hiariej.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango angkat bicara soal putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan praperadilan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Dikatakan Nawawi, pihaknya belum bisa memberitahu langkah lanjutan atas putusan tersebut.
Mantan hakim tindak pidana korupsi (tipikor) itu mengatakan KPK ingin lebih dulu mempelajari putusan hakim.
"Kita akan pelajari dahulu putusan hakim prapidnya," kata Nawawi lewat pesan singkat, Selasa (30/1/2024).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai hukum mengikat.
Baca juga: KPK Kembali Panggil Politikus Golkar Idrus Marham Terkait Kasus Eddy Hiariej
Adapun hal itu diungkapkan Hakim Tunggal Estiono, saat membacakan amar putusan gugatan Eddy melawan KPK di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon dianggap tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Estiono.
Selain itu dalam putusan itu, Estiono juga menyatakan tidak menerima eksepsi atau tanggapan kubu KPK dalam praperadilan tersebut.
"Mengadili, menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," jelas Hakim.
Baca juga: KPK Panggil Ulang Politikus Golkar Idrus Marham di Kasus Eks Wamenkumham Eddy Hiariej
Adapun dalam pertimbangan putusan tersebut, Hakim Estiono mengatakan salah satunya bahwa penetapan tersangka terhadap Eddy tidak berdasarkan dua alat bukti yang sah.
"Menimbang, bahwa bukti berbagai putusan yang diajukan termohon, tidak dapat menjadi rujukan dalam praperadilan a quo, karena tiap perkara memiliki karakter yang berbeda, dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk mengikuti putusan terdahulu," kata Estiono.
Selain itu, hakim juga mempertimbangkan bahwa bukti berjudul berita acara pemeriksaan saksi atas nama Thomas Azali tanggal 30 Nopember 2023, dan berita acara Pemeriksaan saksi atas nama Helmut Hermawan tanggal 14 Desember 2023 pelaksananya setelah penetapan tersangka oleh KPK terhadap Eddy Hiariej.
"Menimbang, bahwa oleh karena penetapan tersangka terhadap pemohon tidak memenuhi minimum dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka hakim sampai kepada kesimpulan tindakan termohon yang telah menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum," ungkapnya.