Kilas Balik AHY Kritik Food Estate, Cipta Kerja, dan Singgung Utang Negara, Kini jadi Menteri Jokowi
Kilas balik Ketua Umum Partai Demokrat, AHY, kritik food estate, cipta kerja, dan singgung utang negara. Kini dirinya menjadi menteri Jokowi.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Rabu (21/2/2024).
Pelantikan itu menandai berakhirnya posisi Partai Demokrat sebagai oposisi pemerintahan selama 9 tahun ke belakang.
"Karena ini juga menjadi sebuah momentum Partai Demokrat kembali ke pemerintahan. Banyak yang mungkin belum menyadari bahwa Demokrat selama 9 tahun 4 bulan berada di luar pemerintahan," ujar AHY di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Menurutnya, masuknya Partai Demokrat ke pemerintahan bisa mewujudkan apa yang diperjuangkan partainya.
"Ini momentum yang sangat bersejarah karena Alhamdulillah apa yang kami perjuangkan juga selama ini bisa lebih direalisasikan jika Demokrat bergabung dengan pemerintahan secara langsung. Karena kebijakan di tangan eksekutif, walaupun perjuangan parlemen juga sangat penting," sambungnya.
Sebelum merapat ke pemerintahan Jokowi, AHY beberapa kali sempat melemparkan kritik kepada kinerja pemerintah.
Di antaranya soal program food estate, Perppu Cipta Kerja, bahkan AHY juga pernah menyinggung utang negara yang menggunung.
Food Estate
Saat melakukan pidato politik di Lapangan Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023), AHY mengatakan banyak program pemerintah yang dilakukan dengan terburu-buru.
"Banyak program pemerintah dilakukan grasa-grusu, terburu-buru, dan kurang perhitungan."
"Contohnya, alokasi anggaran triliunan rupiah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas. Apa kabar program food estate?" kata AHY kala itu.
Baca juga: AHY Langsung Gaspol Kunjungan Kerja Serahkan Sertifikat Tanah, Hari Ini Dampingi Jokowi di Sulut
Dirinya menyebut bahwa sejumlah akademisi pertanian dan aktivis lingkungan mengkritisi kebijakan food estate.
"Program yang hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tapi dinilai mengabaikan faktor ekologi dan sosial," ujarnya.
AHY menjelaskan kedaulatan pangan harus berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat serta mempertimbangkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.
"Ini mengacu pada mazhab ekonomi Partai Demokrat yaitu sustainable grow with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan yang tetap menjaga keseimbangan alam," paparnya.
Cipta Kerja
AHY pernah menyoroti soal penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Menurut AHY, Perppu tersebut tidak sesuai dengan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya.
“Esensi demokrasi tak diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah dengan masalah,” ujar AHY dalam keterangannya, dikutip Selasa (3/1/2023).
AHY menilai elemen sipil banyak mengeluhkan soal minimnya akses terhadap materi undang-undang selama proses revisi.
Proses yang diambil dalam revisi UU Cipta Kerja itu dinilainya tidak tepat.
"Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan sah, bukan justru mengganti UU melalui Perppu," terangnya.
Kemudian, sambung AHY, jika alasan kegentingan memaksa dijadikan alasan terbitnya Perppu ini maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini.
"Bahkan tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya," paparnya.
Utang Negara
Selain mengkritik food estate, ketika berpidato di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023), AHY juga menyinggung utang negara.
Dia menyatakan anggaran negara banyak membiayai proyek mercusuar atau pembangunan infrastruktur hanya untuk mendapatkan perhatian dari luar negeri.
Menurutnya, proyek-proyek itu justru tidak banyak berdampak bagi kehidupan masyarakat kecil atau wong cilik.
"Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik, tidak banyak berdampak pada saudara-saudara kita yang termasuk kategori miskin dan tidak mampu," ujar AHY saat itu.
AHY menyebut proyek-proyek tersebut membuat defisit anggaran negara yang berimbas terhadap kenaikan utang negara.
Bahkan dalam tiga tahun terakhir, sambungnya, utang negara mengalami kenaikan tiga kali lipat.
"Menurut Kementerian Keuangan, di awal 2023 ini angkanya mencapai Rp7.733 Triliun. Belum lagi utang BUMN yang semakin menggunung sebesar Rp1.640Triliun. Faktanya pula, rasio hutang terhadap PDB semakin tinggi," ungkapnya.
AHY juga menyebut pemerintah kini juga kesulitan untuk membayar utang karena keuangan negara terus mengalami tekanan.
Nantinya, jelasnya, rakyat yang bakal menanggung utang itu lewat pajak.
"Lagi lagi ada pihak yang berdalih bahwa rasio hutang masih aman. Bukan itu soalnya, kini kita kesulitan membayar hutang karena keuangan negara juga tengah mengahdapi tekanan."
"Sejatinya rakyat juga yang akan menanggung hutang lewat pajak yang mereka bayar," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus Waku/Reza Deni)