Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anas Urbaningrum: Presidential Threshold 20 Persen Harus Dikaji Ulang

Anas menuturkan, presidential treshold bisa dikoreksi dengan dua alternatif. Yakni, pertama, angkanya diturunkan menjadi misalnya 3 persen kursi

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Anas Urbaningrum: Presidential Threshold 20 Persen Harus Dikaji Ulang
Tangkap layar kanal YouTube Tribunnews
Ketua Umum Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum. Menurut Anas seharusnya Presidential Treshold juga harus dikaji ulang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen.

Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara Anas Urbaningrum, seharusnya Presidential Threshold juga harus dikaji ulang.

Baca juga: MK Hapus Ambang Batas Parlemen, Anas Urbaningrum: PT 4 Persen Menurunkan Makna Suara Rakyat

Anas mengatakan, angka 20 persen punya dampak mendistorsi ruang politik demokrasi begitu dalam.

Angka tersebut, dikatakannya jelas-jelas membunuh kesempatan bagi hadirnya alternatif-alternatif yang baik bagi rakyat.

"Sistem pemilu harus dilihat secara holistik, tidak boleh parsial. Ada keterkaitan yang bersifat sistemik antara pemilu legislatif dan pilpres. Penataan sistem pemilu sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi tidak bisa hanya pada bagian-bagian tertentu saja," kata Anas, Sabtu (2/3/2024).

Baca juga: Demokrat Minta MK Juga Hapus Presidential Threshold Biar Berikan Kesempatan yang Sama

Anas menuturkan, presidential threshold bisa dikoreksi dengan dua alternatif. Yakni, pertama, angkanya diturunkan menjadi misalnya 3 persen kursi atau 5 persen suara.

Angka seperti ini memungkinkan hadirnya banyak alternatif bagi rakyat dan sekaligus membatasi kekuatan oligarki untuk memonopoli proses rekruitmen kepemimpinan nasional.

Berita Rekomendasi

"Kedua, menghapus sama sekali presidential threshold, sehingga seluruh parpol peserta pemilu atau gabungan parpol peserta pemilu bisa mengajukan pasangan Capres-cawapres sebagaimana bunyi Konstitusi kita, tanpa syarat tambahan yang diatur di dalam UU," tuturnya.

"Baik alternatif pertama atau kedua bisa dipertimbangkan oleh Pemerintah dan DPR di dalam menyusun UU. Intinya, tidak boleh ada muatan politik untuk menjegal atau membunuh peluang calon-calon pemimpin untuk berkontestasi di dalam pilpres," tambah Anas.

Sebagai informasi, presidential threshold merupakan ambang batas suara minimal yang diperlukan partai politik atau koalisi partai politik untuk mengajukan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Hal ini diatur dalam Pasal 222 Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Baca juga: Tak Hanya Ambang Batas Parlemen, PAN Juga Sarankan Evaluasi Presidential Threshold

Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa Capres dan Cawapres diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Sebagaimana diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen yang dimuat Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Perkara yang terdaftar dengan nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Dalam putusannya, MK menghapus ketentuan ambang batas parlemen 4 persen karena tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat. 

Namun, penghapusan ambang batas parlemen 4 persen tersebut tidak berlaku untuk Pemilu 2024.

MK memerintahkan agar ambang batas parlemen tersebut diubah sebelum pelaksanaan Pemilu 2029.

MK pun menyerahkan perubahan ambang batas parlemen kepada pembentuk Undang-Undang dengan memperhatikan lima poin.

Pertama, ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. 

Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

Ketiga, perubahan ambang batas parlemen harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik.

Keempat, perubahan ambang batas parlemen telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029.

Kelima, perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas