Catatan Pengamat Soal PR TNI AU ke Depan dan Kandidat Potensial Pengganti Marsekal Fadjar Prasetyo
Dengan demikian, tugas pembinaan TNI Angkatan Udara (AU) ke depan akan dilanjutkan oleh Perwira Tinggi TNI AU yang menggantikannya.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Sebagian besar pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, kata dia, merupakan pesawat multi-role yang berorientasi ke serangan darat, yakni F-16 dan TA-50.
Pesawat fighter, lanjut dia. masih terbatas pada Sukhoi yang operasionalnya sedikit banyak terdampak oleh krisis Rusia-Ukraina.
Dengan demikian, kata dia, TNI AU harus memproyeksikan kebutuhan alpalhankam-alutsista dan kompetensi prajurit yang mampu menghadirkan efek gentar di udara sekaligus memberikan dukungan serangan darat maupun operasi-operasi maritim.
"Artinya, interoperabilitas TNI diharapkan juga akan meningkat dengan dukungan kehadiran peralatan persenjataan dan personel yang andal," kata Fahmi.
Untuk menjawab tantangan dan kebutuhan tersebut menurutnya tentu dibutuhkan sosok pimpinan dalam hal ini Kepala Staf TNI AU yang benar-benar layak dan kompeten.
Tentunya, kata dia, bukan berarti yang lain tidak layak dan tidak kompeten.
Namun, kata dia, harus dicari sosok yang paling unggul dari para perwira tinggi unggulan itu baik dari rekam jejak prestasi, pengalaman tugas dan jabatan maupun panjangnya masa aktif sebagai prajurit.
Mengingat jabatan KSAU adalah jabatan bintang empat, kata dia, maka prioritas pertama adalah melihat siapa saja bintang tiga yang potensial.
"Menurut saya, ada tiga kandidat yang paling potensial menduduki jabatan itu dengan mempertimbangkan kekayaan pengalaman tugas, jabatan dan masa aktif," kata dia.
"Mereka adalah Dansesko TNI Marsdya Samsul Rizal; Pangkoopsudnas Marsdya Tedi Rizalihadi; dan Pangkogabwilhan II Marsdya Toni Harjono," sambung dia.