Kejaksaan Agung Periksa Pejabat Bappenas Terkait Kasus Korupsi Jalur Kereta Api
Pemeriksaan terhadap pejabat di lingkungan Bappenas ini pernah dilakukan tim penyidik pada Selasa (16/1/2024).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung kembali memeriksa saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.
Kali ini keterangan digali dari seorang saksi yang merupakan penyelenggara negara.
"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 1 orang saksi, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (5/3/2024).
Penyelenggara negara yang diperiksa ialah pejabat dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) tepatnya di bawah naungan Direktorat Transportasi.
"Saksi yang diperiksa berinisial DU selaku Kasubdit Transportasi Darat pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI," kata Ketut.
Baca juga: Kejaksaan Agung Dalami Peran Kemenhub di Kasus Korupsi Jalur Kereta Api
Pemeriksaan terhadap pejabat di lingkungan Bappenas ini pernah dilakukan tim penyidik pada Selasa (16/1/2024).
Saat itu, tim penyidik menggali keteranagn dari Plt Direktur Transportasi pada Deputi Bidang Sarana dan Prasarana yang menjabat pada tahun 2016 berinisial ED.
Kemudian pada Selasa (16/1/2024) pula, tim penyidik turut memeriksa Direktur Pembiayaan Syariah pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan & Risiko (DJPR) berinisial S.
Selain Bappenas dan Kemenkeu, sebelumnya tim penyidik juga telah memeriksa para penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam perkara ini.
Mulai dari Kepala Biro hingga pejabat Eselon I, yakni Direkur Jenderal di lingkungan Kemenhub telah diperiksa pada November 2023 dan Januari 2024 lalu.
Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat alat bukti pada perkara ini.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," katanya.
Terkait perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka.
Ketujuh tersangka tersebut merupakan penyelenggara negara dan pihak swasta.
Dari penyelenggara negara, terdapat mantan pejabat Balai Teknik Perkeretaapian Medan yang dipayungi Kemeterian Perhubungan (Kemenhub), yakni mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan, ASP dan NSS.
Keduanya juga merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek strategis nasional ini.
Kemudian ada pula mantan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi, RMY.
Sedangkan dari pihak swasta, tim penyidik menetapkan Konsultan Perencanaan, AG dan pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya berinisial FG sebagai tersangka.
Dalam perkara ini para tersangka diduga memecah proyek menjadi nilai yang lebih kecil agar proyek tidak dilaksanakan melalui mekanisme lelang.
Sebagaimana ketentuan Perpres Nomor 16 Tahun 2018, proyek yang dapat dilelang langsung bernilai di atas Rp 200 juta.
"Telah dengan sengaja memecah proyek tersebut menjadi beberapa fase sehingga pengadaan penyelenggaraan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan," ujar Kuntadi dalam konferensi pers di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat (19/1/2024).
Selain itu, mereka juga secara bersama-sama tidak mengindahkan visibility study.
Hasilnya, Kepala Balai memindahkan jalur yang ditetapkan Kemenhub dengan jalur eksisting.
Teruntuk kerugian negara, sejauh ini tim penyidik menduga adanya total loss senilai Rp 1,3 triliun.
"Proyek ini dianggarkan APBN 1,3 triliun. Dan kerugian negara saat ini masih kita lakukan penghitungan. Kemungkinan kerugian melihat total loss."
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 54 Ayat 1 ke-1 KUHP.