Natalius Pigai Sayangkan Bivitri Tidak Paham Prinsip HAM, Soal Pernyataan Bikin Negara Sendiri
Natalius Pigai yang mengatakan bahwa kalau kita tidak taat hukum lebih baik dirikan saja negara sendiri, terapkan hukum rimba di sana
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Nasional Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyayangkan ahli hukum Tata Negara Bivitri Susanti tidak cukup memiliki pemahaman yang utuh mengenai Hak Asasi Manusia, menyusul perdebatan keduanya pada talkshow Indonesia Lawyers Club beberapa waktu lalu.
Buntut pernyataan keduanya berawal dari ucapan Natalius Pigai yang mengatakan bahwa kalau kita tidak taat hukum lebih baik dirikan saja negara sendiri, terapkan hukum rimba di sana.
Hal tersebut disampaikan Pigai terkait dengan masih banyaknya protes yang muncul atas proses pencalonan Gibran di Mahkamah Konstitusi yang sifatnya sudah final dan mengikat.
Pernyataan Pigai ini direspon Bivitri dengan mengatakan apa yang disampaikan Natalius merupakan pelanggaran HAM karena kebebasan berpendapat itu juga bagian penting dari Hak Asasi Manusia dalam konteks negara demokrasi.
"Saya sebenarnya menyayangkan sekali respon Bivitri pada talkshow itu. Subtansi pernyataan saya adalah konteksnya soal 'tidak taat hukum' karena produk MK itu adalah UU. Sifatnya final dan mengikat tetapi terus dipersoalkan. Ini yang saya sebut anda tidak taat hukum. Ya kalau sudah tidak taat, dirikan saja negara sendiri, terapkan hukum rimba," ungkap Natalius kepada wartawan, Jumat (8/3/2024).
Baca juga: Natalius Pigai Sebut Capres Prabowo Subianto Bersih dari Tuduhan Pelanggaran HAM
Dia jelaskan, Bivitri keliru saat merespon pernyataan dia dikaitkan dengan aspek Hak Asasi Manusia.
"Inilah yang sangat saya sayangkan. Karena pengetahuannya belum cukup. Saya jelaskan, ingat Prinsip Siracusa dan Konstitusi HAM bahwa HAM itu hilang atau dibatasi ketika Keputusan Pengadilan (termasuk MK) dan UU sudah mengaturnya, kecuali yang menyangkut Hak Hidup, tidak disiksa dan hak untuk beribadah. Kalau konteksnya kebebasan berekspresi atau berpendapat, itu sudah pasti hilang setelah ada putusan UU yang berkekuatan hukum tetap," jelas Pigai.
Dia mengingatkan publik untuk tidak terkecoh dengan narasi Bivitri yang menganggap dia seakan-akan tidak memahami HAM.
"Saya cuma mau bilang pada ahli-ahli kita agar terus belajar memperbanyak ilmu sehingga tidak salah memberikan pendapat. Saya bisa ajarkan juga kok jangan gengsi," pungkas Pigai.