Ketua Dewan Pembina UTA '45 Temui Putri Maruf Amin Bahas Perkembangan Hukum Indonesia
Rudyono berpandangan, berbagai persoalan-persoalan hukum yang terus berkembang saat ini, terjadi karena tidak ada lagi sosok panutan atau tokoh bangsa
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Universitas 17 Agustus 1945 (UTA 45), Rudyono Darsono bertemu putri Wakil Presiden (Wapres) RI Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah.
Pertemuan itu membahas perkembangan hukum di Indonesia.
"Ini merupakan pertemuan cendekiawan Ilmu hukum dan kesehatan yang sangat konsern tentang eksistensi bangsa," kata Rudyono, dalam keterangannya pada Minggu (10/3/2024).
Siti Nur Azizah hadir dalam kapasitas sebagai guru besar ilmu hukum, didampingi Diana Laila R, yang merupakan guru besar farmasi UTA '45 Jakarta.
Untuk Diana, Rudyono mengaku tak asing dengan sosok tersebut, karena sama-sama mengabdi pada perguruan tinggi yang sama.
Diana, kata dia, merupakan guru besar farmasi yang sangat konsern tentang perkembangan generasi muda pada bidang kesehatan, terutama tentang kekurangan gizi.
Serta pola hidup yang menyebabkan begitu rendahnya tingkat kecerdasan orang Indonesia secara umum.
"Yang jauh tertinggal dari negara-negara yang dulu berada di bawah Indonesia dalam segala sisi kehidupan sosialnya namun saat ini, menjadi negara dengan penduduk yang memiliki tingkat kesejahteraan dan kecerdasan maupun pendidikannya berada di atas Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, kata Rudyono, dalam kesempatan itu banyak hal dibahas dengan Siti dan Diana.
Salah satunya era setelah Reformasi '98 saat ini, yang justru lebih marak penyalahgunaan hukum dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
"Dibanding Orde Baru yang selalu dikambing-hitamkan dalam setiap penyalahgunaan hukum oleh penguasa demi kepentingan kekuasaan," tandas Rudyono.
Baca juga: Pakar Hukum Khawatir Nantinya UU Daerah Khusus Jakarta Cacat Formal
Rudyono, mengatakan Orde Baru hanya menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan.
Sementara di era setelah Reformasi, kendati sudah dibentuk badan-badan pengawas dan pengendali hukum seperti KPK, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi, dengan kekuasaan yang sangat luar biasa, namun penyelewengan dan penyalahgunaan hukum menjadi lebih liar dan tidak terkendali.
"Bukan hanya hukum positif yang diatur oleh KUHP maupun KUHAP, tapi juga penyalahgunaan atau penyelewengan sistem tata negara oleh oknum-oknum penguasa untuk kepentingan pribadi dan golongannya, di samping sistem hukum positif yang digunakan sebagai alat kekuasaan," ungkapnya.
"Banyaknya oknum-oknum pengendali hukum yang menjilat penguasa dengan menggunakan instrumen hukum, dan juga menjadi 'mata pencaharian' para mafia hukum bekerjasama dengan oknum2 penegak hukum yang sangat berkuasa mengendalikan perdagangan hukum di Indonesia sekarang," imbuh Rudyono.
Baca juga: Sengketa Tanah dengan Sekolah, Ahli Waris Datangkan Dump Truck Uruk Akses Masuk SDN 4 Anyer Serang
Rudyono berpandangan, berbagai persoalan-persoalan hukum yang terus berkembang saat ini, terjadi karena tidak ada lagi sosok panutan atau tokoh bangsa yang masih dihargai dan dihormati. Sehingga, tidak ada satu pun kontrol sosial dari tokoh-tokoh masyarakat di luar maupun di dalam kekuasaan yang didengar.
"Walaupun tujuannya untuk mengingatkan kepada rezim tentang eksistensi dan masa depan bangsa ini," kata dia.
Atas itu semua, pihaknya berkomitmen untuk terus mengawal demokrasi terutama dalam bidang penegakan hukum, kesehatan, pendidikan dan sistem tata negara Indonesia.
Caranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan lanjutan setelahnya.
"Dengan mengajak teman-teman yang masih cinta bangsa ini, agar pengalaman Orde Baru yang buruk tentang penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan tidak kembali terulang dan di samping menjaga eksistensi NKRI tetap terjaga, Indonesia Emas 2045 dapat sekaligus kita capai," tandasnya.