Golkar Buka Pintu Jokowi Gabung, PDIP Sebut untuk Langgengkan Kekuasaan
Golkar welcome terima Presiden Jokowi gabung asalkan ikuti AD/ART, sementara itu PDIP sebut tidak kaget, nilai untuk langgengkan kekuasaan.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng mempersilakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bergabung dengan partainya.
Namun, Mekeng menyebut, sejauh ini Golkar belum membahas isu Presiden Jokowi akan bergabung.
"Ya enggak ada pembahasan, orang belum masuk, (untuk) apa kita bahas," kata Mekeng kepada Tribun, Senin (11/3).
Dia menuturkan, Golkar terbuka kepada siapapun yang ingin bergabung, tak hanya Presiden Jokowi.
"Mau masuk yah masuk saja. Kan ini partai terbuka. Siapapun boleh masuk," ujar Mekeng.
"Jangankan Jokowi, orang biasa juga kita sambut baik. Orang nambah ini kok, nambah kekuatan. Apalagi Jokowi, pasti dong. Karena dia kan tokoh yah," tambah Mekeng.
Mekeng menjelaskan, siapapun boleh bergabung dengan Golkar sepanjang mengikuti ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
"Kalau sudah masuk tentunya harus taat pada aturan-aturan konstitusi di dalam partai itu," ungkapnya.
Mekeng menuturkan, salah satu syarat yang dipenuhi seorang kader bila maju sebagai calon ketua umum, yakni minimal menjadi pengurus lima tahun.
"Mislanya harus kalau mau jadi ketua umum dia harus menjadi pengurus lima tahun sebelumnya di DPP atau di tingkatkan di bawahnya," ucapnya.
Baca juga: Menakar Peluang Jokowi Jadi Ketua Umum Partai Golkar
Nama Jokowi belakangan santer disebut akan bergabung dengan Golkar. Sejumlah elite Golkar menyambut baik isu tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, partainya terbuka kepada siapa saja untuk bergabung, termasuk Jokowi.
"Sebagaimana posisi ketua umum kami, maka kita sebagai partai terbuka menerima siapa saja," kata Bamsoet.
Ketua MPR RI itu enggan menanggapi lebih jauh perihal isu Jokowi bergabung dengan partai berlambang pohon beringin itu. Bamsoet menyebut hal itu menjadi keputusan Presiden Jokowi.
"Tanya pak Jokowi lah," tandasnya.
Diketahui, hubungan Jokowi dan partai asalnya, PDIP, merenggang sejak awal tahapan Pilpres 2024.
Hal itu terjadi lantaran PDIP mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai capres-cawapres, namun di sisi lain Jokowi cenderung mendukung kubu lawan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Di sisi lain, Jokowi telah melakukan pertemuan dengan ketua umum partai politik pengusung Prabowo-Gibran, termasuk Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Pernah juga dalam satu momen kunjungan kerja ke luar negeri, Jokowi mengenakan dasi kuning yang merupakan warna khas Golkar.
Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira mengatakan, dirinya tidak terkejut mendengar kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan bergabung dengan Partai Golkar.
Andreas mengaku sudah membaca bagaimana perilaku Jokowi sebagai individu dan kekuasaan melalui beberapa rangkaian peristiwa selama ini.
Menurutnya, hal tersebut setidaknya terlihat sebelum Pemilu 2024 ketika Jokowi melakukan cawe-cawe.
"Diawali upaya untuk memperpanjang kekuasaan, upaya untuk menambah masa jabatan 3 periode, menambah massa jabatan 2-3 tahun, namun kedua upaya ini tidak berhasil," kata Andreas.
Andreas menuturkan, cawe-cawe Jokowi berlanjut ketika meloloskan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan.
"Drama seri cawe-cawenya kemudian beralih dengan "melabrak" UU Pilpres menyangkut batas usia 40 tahun melalui tangan Paman Usman (Anwar Usman) di MK dan menjadikan putra Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto," ujarnya.
Selain itu, kata dia, cawe-cawe Jokowi berlanjut, yakni memenangkan pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dengan menggunakan semua instrumen kekuasaannya.
"Seri lanjutannya, yang kita perhatikan saat ini, meskipun putaran Pileg/Pilpres ini belum selesai, Jokowi secara gesit dan tangkas sudah mempersiapkan seri cawe-cawe putaran berikut untuk memanfaatkan instrumen politik (baca: parpol) mana yang bisa ditunggangi untuk tetap berkuasa," ujar Andreas.
Andreas menjelaskan, hal itu setidaknya untuk mempengaruhi kekuasaan setelah Pemilu 2024 dan masa transisi kekuasaan ke depan.
"Dari manuver-manuver ini kan terbaca bahwa seri cawe-cawe yang berlangsung selama ini dan kemungkinan ke depan, tidak lebih tidak kurang dari cara bagaimana agar bisa tetap berkuasa baik itu secara langsung maupun tidak langsung," imbuhnya.
Baca juga: Erina Gudono Dicalonkan Jadi Bupati Sleman, Pengamat: Apa Presiden Jokowi Tidak Malu?
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, sulit jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) maju menjadi kandidat Ketua Umum Partai Golkar.
Sebab, Ujang menjelaskan ada syarat yang tak bisa dipenuhi Jokowi jika ingin maju dalam perebutan posisi Golkar 1.
Syarat itu yakni menjadu anggota Partai Golkar sekurang-kurangnya lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain. Hal itu berdasarkan Pasal 18 Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
"Karena kalau menjadi ketua umum Golkar itu syaratnya harus jadi pengurus minimal lima tahun, dalam aturan AD/ART seperti itu," kata Ujang.
Dengan kondisi demikian, Ujang menduga jika dipaksakan maju ketua umum, Jokowi berpotensi mengacak-acak AD/ART Golkar. Hal itu untuk memuluskan jalan menjadi pimpinan partai politik berlambang pohon beringin tersebut.
"Jokowi juga jangan seenaknya misalkan nanti dirubah aturannya sehingga nanti menjadi ketua umum Golkar dan itu merusak Golkar, dan merusak demokrasi, merusak akal sehat juga," tandas dia.(Tribun Network/fer/mam/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.