Pengamat Kritisi Aturan Pilgub Jakarta Hanya 1 Putaran: Baiknya Sistem Dibuat Satu Ragam
Ray Rangkuti mengkritisi keputusan DPR dan pemerintah soal Pilkada Jakarta yang hanya satu putaran.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengkritisi keputusan DPR dan pemerintah soal Pilkada Jakarta yang hanya satu putaran.
Diketahui Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui pemilihan gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) berlangsung 1 putaran.
Kesepakatan ini diambil dalam rapat panitia kerja (Panja) pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU DKJ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2024).
“Baiknya sistem itu dibuat dengan satu ragam, jadi jangan beda-beda, IKN, DKJ beda sendiri, Aceh, Papua beda sendiri. Kalau dibuat seperti begitu, sebetulnya yang mau jadi patokan kita yang mana?” kata Ray Rangkuti saat dihubungi Selasa (19/3/2024).
Nanti kata Ray, kalau ada daerah minta spesialisasi, kekhususan lagi, dibuat aturan baru lagi.
Baca juga: Ditolak PKS, 8 Fraksi di DPR Sepakat RUU DKJ Dibawa ke Paripurna
Karena itu, menurutnya, kalau memang ada dua putaran sudah lazim, disamakan saja.
Ia menerangkan bahwa kekhususan Jakarta itu bukan karena secara politik dan kultural berbeda.
Tapi karena Jakarta bakal menjadi pusat bisnis di Indonesia.
Baca juga: DPD Usul RUU DKJ Atur Partai Wajib Calonkan Orang Asli Betawi di Pilkada
“Kalau Jakarta pusat bisnis apa yang membuat berbeda dari tempat yang lain? Jadi ini seolah-olah pilkada itu dibuat sesuatu yang menyeramkan,” ujarnya.
“Saya belum baca (Putusannya) tapi feeling saya skenario itu dibuat ada dua hal biaya mahal, dan yang kedua takut bertele-tele,” tandasnya.
Sebelumnya Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan, usulan Pilgub hanya berlangsung satu putaran datang dari pemerintah.
Supratman menjelaskan, dalam RUU DKJ diatur bahwa pemenang Pilkada adalah peraih suara terbanyak.
"UU DKI sekarang sama dengan pemenang Pilpres 50 persen plus 1. Sekarang di usulan pemerintah tak menyebut 50 persen plus 1. Artinya sama dengan Pilkada lain, suara terbanyak," kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2024).