Rugikan Negara Rp 271 T, Kasus PT Timah Jadi Skandal Korupsi Terbesar, Kalahkan Kasus BLBI & Asabri
Kerugian yang ditimbulkan akibat kasus korupsi di PT Timah mengalahkan kasus mega korupsi lainnya seperti BLBI dan Asabri.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Publik beberapa waktu ke belakang tengah digegerkan dengan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas tima wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Bahkan, kasus korupsi ini merugikan negara sampai Rp 271 triliun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) juga mengungkapkan bahwa kemungkinan kerugian akibat kasus korupsi ini bisa bertambah.
Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengungkapkan hitung-hitungan kerugian negara tersebut berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) LH Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup oleh ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.
"Kami menghitung berdasarkan Permen LH Nomor 7 Tahun 2014," kata Bambang dalam konferensi pers di Kejagung, Senin (19/2/2024).
Ia merinci, aktivitas tambang di Bangka Belitung yang menyeret petinggi negara serta pihak swasta, telah membuka lubang galian dengan total 170.363,064 hektar.
Total luas itu dua kali lebih banyak dibandingkan IUP yang diberikan, yaitu 88.900,462 hektar.
Hal ini berarti luas galian tambang yang tidak berizin mencapai 81.462,602.
Bambang mengatakan, nominal kerugian yang ia hitung berasal dari kerusakan lingkungan berdasarkan total luas galian, baik di kawasan hutan dan non-kawasan hutan.
Baca juga: Kerugian Korupsi Timah Rp271 T Setara 90 Kali Lipat APBD Babel, Terduga Big Bos Kabur ke Luar Negeri
Namun, angka tersebut bukan merupakan kerugian secara keseluruhan.
Kuntadi mengatakan jumlah kerugian itu akan terus bertambah.
Lantaran, total Rp271 triliun yang baru dihitung tersebut baru kerugian ekonomi, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara."
"Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," ujar Kuntadi dalam konferensi pers, Senin (19/2/2024).