Penghapusan Pramuka Disorot DPR RI dan Kwarnas Pramuka, Begini Penjelasan BSKAP Kemendikbudristek
Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka menyayangkan Permendikbudristek yang tidak menjadikan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikristek) Nadiem Makarim mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah.
Lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah,
Pramuka ditempatkan sebagai kegiatan yang dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat peserta didik.
"Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: h. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai
Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian bunyi Pasal 34 Bab V Bagian Ketentuan Penutup
Permendikbudristek 12/2024 tersebut.
Peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta pada 25 Maret 2024 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu 26 Maret 2024. Dengan demikian aturan tersebut menganulir Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Ekstrakurikuler memuat kompetensi, muatan pembelajaran, dan beban belajar serta ditujukan untuk mengembangkan minat dan bakat peserta didik.
Adapun pengembangan ekstrakurikuler mengacu pada komponen, jenis dan format kegiatan, prinsip pengembangan, mekanisme, evaluasi, daya dukung, dan pihak yang terlibat.
Baca juga: Pramuka Tak Lagi jadi Ekskul Wajib, Irjen Krishna Murti Singgung Soal Kesalahan Keputusan Politik
Sementara itu, fungsi ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memuat fungsi pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karier.
Kebijakan baru yang dikeluarkan Nadiem ini tak ayal menuai polemik dari berbagai kalangan.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai kebijakan penghapusan Pramuka sebagai ekskul merupakan kebijakan yang kebablasan.
“Kebijakan penghapusan Pramuka sebagai ekskul wajib bagi kami kebablasan.
Pramuka selama ini telah terbukti memberikan dampak positif bagi upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik. Kegiatan kepanduan ini juga telah berkontribusi bagi tertanamnya rasa cinta air yang menjadi karakter khas pelajar Pancasila,” ujar Syaiful Huda kepada
wartawan, Senin (1/4).
Huda mengatakan menjadikan kegiatan ekstrakurikuler termasuk Pramuka sebagai kegiatan sukarela bagi peserta didik bisa jadi kebijakan terbaik.
Kendati demikian, kata dia, Nadiem Makarim seharusnya memahami bahwa tidak semua peserta didik maupun wali murid yang mempunyai preferensi cukup untuk memilih kegiatan ekskul sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Jangan semua dibayangkan peserta didik kita semua ada di kota-kota besar yang mempunyai akses informasi cukup untuk memahami kebutuhan pengembangan diri mereka. Bagaimana dengan peserta didik yang ada di pelosok nusantara. Bisa jadi mereka akan memilih tidak ikut eskul karena hanya bersifat sukarela,” ujarnya.
Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka juga menyayangkan Permendikbudristek yang tidak menjadikan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah.
Sekjen Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn), Bachtiar Utomo, meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim meninjau kembali kebijakan tersebut. Ia mengingatkan keberadaan Gerakan Pramuka sendiri dan sejarah pembentukannya merupakan keputusan negara dan pemerintahan itu sendiri.
"Jadi kalau melihat perkembangan Gerakan Pramuka sampai sekarang sangatlah strategis dalam upaya pembangunan karakter bangsa, terlebih dalam membantu
pencapaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri, yaitu menciptakan manusia Indonesia yang bermartabat, cerdas dan bertaqwa," kata Bachtiar melalui keterangan tertulis,
Senin (1/4).
Menurut Bachtiar, gerakan Pramuka sangat sejalan dengan upaya Kemendikbudristek dan juga berbagai kementerian serta lembaga negara lainnya. Hal itu terlihat jelas
melalui keberadaan Satuan Karya Pramuka di sejumlah kementerian dan lembaga negara.
"Seperti di Kemendikbudristek dengan nama Saka Widya Budaya Bakti dimana Pramuka mengajarkan pentingnya pendidikan praktis di bidang pendidikan dan
kebudayaan seperti seni, tradisi dan nilai budaya," katanya.
Bachtiar mengatakan keberadaan Pramuka tidak lepas dari paradigma pendidikan yang disebut Piramida Pendidikan bahwa proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh tiga
aspek utama, yaitu pendidikan formal, informal (keluarga) dan non-formal.
Baca juga: Kemendikbudristek: Pramuka Masih Wajib Disediakan Sekolah, Keikutsertaannya Sukarela
Seharusnya, menurut Bachtiar, Kemendikbudristek justru menjadi motor gerakan Pramuka yang utama.
"Jadi dalam melihat keberadaan gerakan Pramuka janganlah fatalistis, tetapi holistis yang memperhitungkan berbagai aspek dan ampuh mencegah konflik yang tidak
diharapkan. Seyogyanya Pramuka mendapat dukungan penuh dari program Kurikulum Merdeka Kemendikbudristek," jelasnya.
Menanggapi berbagai polemik itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo memastikan Pramuka tetap
sebagai ekstrakurikuler yang wajib disediakan oleh satuan pendidikan.
Anindito mengatakan setiap sekolah hingga jenjang pendidikan menengah wajib menyediakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum Merdeka.
"Permendikbudristek 12/2024 tidak mengubah ketentuan bahwa Pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah. Sekolah tetap wajib menyediakan
setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler, yaitu Pramuka,” ujar Anindito melalui keterangan tertulis, Senin (1/4).
Anindito mengungkapkan sejak awal Kemendikbudristek tidak memiliki gagasan untuk meniadakan Pramuka.
Menurutnya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 justru menguatkan peraturan perundangan dalam menempatkan pentingnya kegiatan
ekstrakurikuler di satuan pendidikan.
Dalam praktiknya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi
tidak wajib.
Namun demikian, jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan.
Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela.
"UU 12/2010 menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Sejalan dengan hal itu, Permendikbudristek 12/2024 mengatur bahwa
keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela," tutur Anindito.
Lebih lanjut Anindito menjelaskan Pendidikan Kepramukaan dalam Sistem Pendidikan Nasional diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai gerakan pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup. Dengan seluruh pertimbangan tersebut, setiap peserta didik berhak ikut serta dalam Pendidikan Kepramukaan.
Sebagai informasi, Pendidikan Kepramukaan sendiri merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib dalam Kurikulum 2013. Pendidikan Kepramukaan memiliki tiga model, yakni Blok, Aktualisasi, dan Reguler.
Model Blok merupakan kegiatan wajib dalam bentuk perkemahan yang dilaksanakan setahun sekali dan diberikan penilaian umum.
Model Aktualisasi merupakan kegiatan wajib dalam bentuk penerapan sikap dan keterampilan yang dipelajari di dalam kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan
Kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan diberikan penilaian formal.
Adapun Model Reguler merupakan kegiatan sukarela berbasis minat peserta didik yang dilaksanakan di gugus depan.
Kemendikbudristek memastikan akan memperjelas ketentuan teknis mengenai ekstrakurikuler Pramuka dalam Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka yang akan
terbit sebelum tahun ajaran baru.
"Pada intinya setiap sekolah tetap wajib menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler. Ketentuan ini tidak berubah dari kurikulum
sebelumnya," pungkas Anindito. (tribun network/fah/igm/dod)