Diplomasi Menjual Bahasa Indonesia Harus Intensif Jelang Kunjungan Paus Fransiskus
Diplomasi publik untuk memperkenalkan Bahasa Indonesia sebagai satu di antara bahasa resmi di dunia mendapatkan momentum.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, ROMA - Diplomasi publik untuk memperkenalkan Bahasa Indonesia sebagai satu di antara bahasa resmi di dunia mendapatkan momentum.
Bahkan semakin intensif dilakukan menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024.
Diplomasi publik sebagai salah satu instrumen soft power adalah usaha untuk mempengaruhi orang atau organisasi lain di luar negaranya dengan cara positif sehingga mengubah cara pandang orang tersebut terhadap suatu negara.
Kesimpulan ini diungkapkan Algooth Putranto, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) setelah berdiskusi secara langsung dengan sejumlah pejabat di Tahta Suci Vatikan yang berasal dari Indonesia dan sejumlah pejabat Vatican News, portal resmi Tahta Suci Vatikan.
“Pengakuan UNESCO terhadap Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di PBB dan rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini dua momentum penting yang harusnya dimanfaatkan seluruh pihak, khususnya perguruan tinggi,” tuturnya dalam keterangan pers, Kamis (18/4).
Algooth Putranto menjadi satu-satunya akademisi dalam delegasi masyarakat sipil Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) yang berkunjung ke Vatikan.
Delegasi PWKI yang hadir adalah Mayong Suryo Laksono, Tri Agung Kristanto, dan AM Putut Prabantoro (Dewan Pembina) serta L Gora Kunjana (Sekretaris).
Dalam kunjungan tersebut PWKI berdiskusi dengan sejumlah pejabat penting asal Indonesia a.l Rm Agustinus Purnomo MSF, Rm Budi Kleden SVD dan Rm Laurentius Tarpin OSC. Ketiganya adalah para jenderal (pemimpin tertinggi) di masing-masing kongregasinya dan bermarkas di Roma, Itallia.
Baca juga: Rencanakan Kunjungan Kedua ke Vatikan, PWKI Pamit ke Uskup Agung Jakarta Kardinal Suharyo
Ketua Delegasi PWKI AM Putut Prabantoro, yang juga pengajar (Taprof) Bidang Ideologi di Lemhannas RI menegaskan bahwa, jika bahasa Indonesia digunakan dalam media komunikasi internasional, itu merupakan langkah yang strategis dalam mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945 tentang perdamaian dunia.
Selain merupakan alat komunikasi, Bahasa Indonesia juga merupakan alat atau senjata untuk mencapai perdamaian. Ini terlebih karena bahasa merupakan identitas sebuah negara.
Algooth menjelaskan pentingnya diplomasi publik memperkenalkan bahasa Indonesia mendapatkan momentum ketika pada 20 November 2023) di Markas Besar Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) di Paris, Prancis.
Bahasa Indonesia yang juga digunakan secara luas di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei, komunitas di Belanda dan Suriname adalah bahasa resmi ke-10 yang diakui oleh Majelis Umum UNESCO. Sembilan bahasa lainnya yang diakui adalah Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.
Menurut Algooth penting bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk terlibat dalam diplomasi publik mempromosikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang penting karena sampai saat ini dikotomi karya ilmiah harus berbahasa Inggris maupun rezim jurnal ilmiah Scopus yang membelenggu dunia pendidikan di Indonesia masih sangat kuat.
“Salah satu kesulitan para dosen di Indonesia adalah tuntutan jurnal berbahasa Inggris, meski regulator pendidikan tinggi bahkan pemerintah sudah mengupayakan jalan keluar yang bijak salah satunya melobi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Unesco, Perguruan Tinggi juga harus bekerja keras mengupayakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional,” paparnya.
Baca juga: Dua Makna Penting Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Diungkap Dubes RI untuk Vatikan