KPK Tak Hadiri Sidang Perdana Praperadilan Kepala Rutan Achmad Fauzi, Apa Alasannya?
Achmad Fauzi merupakan tersangka kasus dugaan pemerasan di Rutan KPK. Ia menggugat KPK karena tidak terima dengan penetapan tersangka tersebut.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Tim Biro Hukum belum bisa menghadiri sidang perdana gugatan praperadilan yang dimohonkan oleh Kepala Rutan nonaktif KPK Achmad Fauzi pada hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Terkait ketidakhadiran Tim Biro Hukum KPK, lembaga antirasuah itu telah bersurat kepada hakim.
Baca juga: 15 Tersangka Kasus Pungli di Rutan KPK Diberhentikan Sementara
"Informasinya belum dan sudah berkirim surat ke hakim," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (22/4/2024).
Ali mengungkap alasan mengapa Tim Biro Hukum tidak dapat memenuhi panggilan persidangan.
Katanya, Tim Biro Hukum masih menggodok terkait administrasi berkas.
Baca juga: Viral Kasus Pungli di Masjid Al Jabbar Bandung, Pemprov Jabar Sebut Jadi Momentum untuk Memberantas
Pasalnya, lanjut Ali, panggilan sidang baru diterima KPK beberapa waktu lalu.
"Tim Biro Hukum masih siapkan administrasinya dan lain-lain, mengingat surat pemanggilan dari pengadilan baru beberapa waktu diterima," katanya.
Achmad Fauzi merupakan tersangka kasus dugaan pemerasan di Rutan KPK. Ia menggugat KPK karena tidak terima dengan penetapan tersangka tersebut.
Dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Achmad Fauzi mendaftarkan permohonan Praperadilan pada Jumat, 5 April 2024.
Permohonan itu terdaftar dengan nomor perkara: 46/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
SIPP PN Jakarta Selatan tidak menampilkan petitum permohonan Praperadilan tersebut.
Perkara ini rencananya akan diperiksa dan diadili oleh hakim tunggal Agung Sutomo Thoba.
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Plt Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK 2018-2022 Hengki sebagai tersangka.
Kemudian, Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) Deden Rochendi selaku Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Cabang Rutan KPK periode 2018.
Baca juga: 93 Pegawai KPK Terlibat Kasus Pungli di Rutan, Usman Hamid: Bukti Lainnya Pelemahan KPK Era Jokowi
Lalu, Sopian Hadi selaku PNYD yang ditugaskan menjadi petugas pengamanan, Ristanta PNYD sekaligus Plt. Kepala Cabang Rutan KPK 2021.
Ari Rahman Hakim selaku PNYD yang ditugaskan menjadi petugas Rutan KPK, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho Heri Angga Permana selaku PNYD yang menjadi petugas cabang rutan KPK.
Petugas cabang rutan KPK Muhamad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ubaidillah A., Mahdi Aris.
Mereka diduga mengumpulkan uang pungli dari para tahanan korupsi dengan nilai mencapai Rp6,3 miliar sejak 2019 sampai 2023.
Uang tersebut dibagi-bagikan dalam jumlah yang berbeda seusai posisinya. Achmad Fauzi misalnya, mendapat setoran rutin sekitar Rp10 juta setiap bulan.
Mereka disangka melanggar Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Peran Achmad Fauzi
Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut Achmad Fauzi sudah mengetahui praktik pungli (pungutan liar) atau pemerasan sejak lama tetapi tidak berusaha menghentikannya dan tidak melaporkan ke atasan.
Hal itu terungkap dalam sidang putusan etik yang digelar Dewas KPK secara terbuka di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi atau ACLC, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
"Justru yang dilakukan terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung ACLC.
Dalam persidangan, Achmad Fauzi menyatakan pernah melakukan inspeksi mendadak (sidak) tetapi tidak terbuka, sehingga ia meminta bantuan pamdal untuk sidak bulan April 2023. Sidak tersebut atas perintah kepala biro umum.
Dalam sidak tersebut ditemukan antara lain empat handphone dan uang tunai Rp30 juta.
"Selanjutnya bahwa empat handphone itu dimusnahkan pada tanggal 9 Mei 2023 atas perintah terperiksa dengan alasan terperiksa tidak tahu adanya perintah dari kepala biro umum untuk melakukan kloning sebelum dimusnahkan," kata Albertina.