Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Tim Hukum PDIP Tak Persoalkan Prabowo di PTUN

Mantan hakim Mahkamah Agung (MA) ini menegaskan pihaknya tak mempermasalahkan putusan MK, sebab sudah final and binding.

Editor: Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Prof Gayus Lumbuun angkat bicara soal langkah PDIP hingga mengajukan permohonan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gayus menjelaskan hal itu saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, di Studio Tribun Network, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak pemohonan sengketa hasil Pilpres pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Gayus pun menilai masih ada lembaga-lembaga di luar MK yang bisa mengadili dari proses tahapan Pemilu.

Mantan hakim Mahkamah Agung (MA) ini menegaskan pihaknya tak mempermasalahkan putusan MK, sebab sudah final and binding.

Namun, pihaknya mempermasalahkan kepada penyelenggaranya, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, yang disebut melakukan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa yaitu bernama onrechtmatige daad atau perbuatan melawan hukum.

"Nah, ini mau diatur secara spesifik kemudian ini dilakukan di PTUN."

Berita Rekomendasi

"Kami mengambil langkah ini, sehingga kami tidak mencampuri masalah hasil pemilunya yaitu oleh MK, itu final binding, semua orang harus menghormati, kami juga menghormati putusannya itu," ucapnya.

"Kemudian kami juga tidak mempersoalkan tahapan-tahapan pemilu yang disiarkan harus melalui Bawaslu. Tetapi kami, Bawaslu kemudian PTUN, lanjutannya. Tapi kami lebih fokus kepada adanya pelanggaran hukum oleh penyelenggara," lanjutnya.

Gayus juga menyinggung putusan MK no 90/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Menurut dia, melalui putusan itu, hakim MK diputus melanggar etik karena mengeluarkan putusan itu.

Selain itu, putusan itu pun menjadi langkah KPU RI menerima pemdaftaran Gibran sebagai Cawapres. Padahal, menurutnya, aturan itu seharusnya tak berlaku surut.

Aturan tersebut baru bisa dijalankan pada penyelenggaran Pemilu di tahun berikutnya.

Gayus juga mengatakan, pihaknya siap membawa bukti-bukti kuat soal gugatan terhadap KPU.

"Saya menemukan surat-surat KPU kepada parpol-parpol, kepada KPUD-KPUD untuk melaksanakan yang salah ini. Isi putusan nomor 90 itu ya. Itu yang prinsip. Nanti pasti banyak lagi tentu akan saya buka di pengadilan selanjutnya di PTUN," terangnya.

Sementara itu, terkait gugatan di PTUN, Gayus memastikan hal tersebut telah didiskusikan lebih dulu dengan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

Dia juga mengungkapkan pesan yang disampaikan Megawati terkait gugatan tersebut.

Minta Gibran Tak Dilantik Sebagai Wapres

Gayus Lumbuun menjelaskan petitum awal yang diajukan tim hukum PDIP sebelumnya adalah membatalkan pendaftaran Gibran di KPU.

PDIP juga sempat meminta penetapan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024 agar ditunda oleh KPU.

Sebabnya, PDIP sedang menjalankan proses gugatan di PTUN

“Jadi isi penetapan itu hasil dari putusan MK yang tidak bisa diubah oleh siapapun maka kami merubah menjadi mundur dari harapan kami itu sampai pada pelantikan,” tutur Prof Gayus.

Menurutnya, pelantikan harus dibatasi kepada orang yang melanggar hukum termasuk Gibran Rakabuming.

“Yang melanggar ini bukan pasangan, setengah pasangan. Yaitu cawapres ketika itu yang sekarang menjadi wapres itu berindikasi kami temukan pelanggaran-pelanggaran yang fatal bukan oleh bersangkutan tapi oleh rekan-rekan yang bernama KPU,” urai mantan Hakim Agung itu.

Namun demikian, KPU tidak bisa memahami sehingga hanya berlaku putusan MK.

Prof Gayus menegaskan PDIP mendedak agar wapres yang melanggar hukum tidak dilantik.

Sementara itu presiden terpilih Prabowo Subianto tidak terindikasi adaya pelanggaran hukum.

Pihak PDIP tidak mempersoalkan pelantikan Prabowo pada 20 Oktober 2024.

“Kami tidak mendapatkan indikasi adanya pelanggaran hukum oleh KPU terhadap presiden terpilih,” tukasnya.

Selain itu, Prof Gayus melihat MPR RI bisa memakai putusan PTUN untuk tidak melantik Gibran.

"Dia (MPR) akan memikirkan apakah sebuah produk yang diawali dengan melanggar hukum itu bisa dilaksanakan, kami berpendapat, ya, bisa iya, juga bisa tidak, karena mungkin MPR tidak mau melantik, ini yang perlu diquote," kata Gayus.

"Kalau rakyat menghendaki tidak melantik karena memang didapati diawali oleh perbuatan melanggar hukum penguasa, nah, itu sangat bisa mungkin terjadi. Jadi, bisa tidak dilantik," ujarnya menambahkan.

Gayus menuturkan pihaknya mengajukan permohonan ke PTUN karena menganggap KPU sebagai tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.

Satu di antaranya, KPU memakai PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo.

Mari saksikan video wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Prof Gayus Lumbuun.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas