Harta Kekayaan 'Cuma' Rp6,3 M, Kepala Bea Cukai Purwakarta Bisa Pinjami Uang Rp7 M, Kini Dicopot
Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean (REH) dicopot dari jabatannya setelah ditemukannya indikasi benturan kepentingan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi Hutahaean (REH), dicopot dari jabatannya setelah ditemukannya indikasi benturan kepentingan dan dilakukannya pemeriksaan internal.
Rahmady dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta per 9 Mei 2024.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rahmady juga dinilai janggal.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan pemeriksaan internal yang dilakukan Bea Cukai sejalan dengan upaya institusi mewujudkan organisasi yang akuntabel.
"Pemeriksaan lebih lanjut akan meninjau indikasi tersebut, termasuk kelengkapan dan akurasi pelaporan LHKPN-nya. Ini merupakan mekanisme kami dalam merealisasikan tata kelola organisasi yang baik," imbuh Nirwala.
Diketahui, Rahmady dilaporkan kepada KPK oleh pengacara dari Eternity Global Law Firm, Andreas, atas dugaan tak menyampaikan LHKPN secara benar.
Angka itu dinilai tidak masuk akal sebab Andreas bilang REH memiliki perusahaan dengan total aset Rp60 miliar.
"Nah ini aset-aset yang sudah diberikan perusahaan ke istrinya atau beli ini didaftarkan atau tidak, ini yang kami tidak tahu," kata Andreas dikutip dari Kompas.
Dikutip dari LHKPN miliknya, pada 2022 Rahmady melaporkan total harta kekayaannya berjumlah Rp6,3 miliar.
Nominal itu menjadi LHKPN tertinggi Rahmady dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: Daftar Pejabat Bea Cukai yang Dilapor ke KPK karena Kasus Pemerasan Hingga Gaya Hidup Mewah
Bisa Beri Pinjaman Rp7 M
Dugaan berujung pelaporan itu bermula dari kerja sama antara perusahaan istri Rahmady, Margaret Christina, dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas sejak 2017.
Dilansir Kompas, kerja sama berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady kemudian memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady soal uang pinjaman.