5 Fakta JK Jadi Saksi Karen Agustiawan: Singgung Jokowi, Bingung Eks Dirut Pertamina Jadi Terdakwa
Jusuf Kalla menjadi saksi sidang korupsi pengadaan proyek pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mendatangi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Jusuf Kalla menjadi saksi sidang korupsi pengadaan proyek pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) periode 2011-2021.
Baca juga: Jusuf Kalla Tiba-tiba Sambangi Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Kasus Apa?
Mantan Ketua Umum Golkar itu menjadi saksi meringankan untuk terdakwa eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah atau akrab disapa Karen Agustiawan.
Pernyataan Jusuf Kalla dalam persidangan tersebut cukup menyita perhatian, berikut Tribunnews.com rangkum.
1. Singgung Jokowi
Jusuf Kalla menyinggung kebijakan impor energi yang dilakukan pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini dinyatakan JK saat menjadi saksi a de charge atau saksi meringankan bagi mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan yang didakwa terkait korupsi LNG.
JK menjadi saksi di persidangan Kamis (16/5/2024) di Pengadiln Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Pada persidangan ini JK cenderung menerangkan terkait kebijakan pemerintah terkait energi.
Dari keterangannya, JK sempat menyinggung aksi Jokowi yang banyak mengimpor, terlebih dari Cina.
Katanya, kebijakan demikian merupakan hasil dari produk aturan yang sudah ada sejak zaman JK pertama kali menjadi Wapres.
"Memang pada tahun waktu kunjungan Pak Jokowi memang banyak menandatangi persetujuan, termasuk persetujuan tentang pemenuhan gas dalam negeri dari impor Cina. Jadi juga itu, karena memang sebelumnya mempunyai suatu peraturan tentang itu," kata JK yang duduk di kursi saksi.
JK mengungkapkan bahwa kebijakan itu merupakan wajar untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Menurutnya hal itu juga dapat menarik perhatian para investor asing ke Indonesia.
Dia pun mengibaratkan pemenuhan kebutuhan energi nasional dan investasi layaknya hubungan ayam dan telur alias tidak bisa diplih mana yang lebih dulu ada.