Terkesima Jawaban Jusuf Kalla, Hakim Tegur Pengunjung karena Kompak Bertepuk Tangan di Persidangan
Majelis hakim di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024) menegur pengunjung sidang karena bertepuk tangan di persidangan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024) menegur pengunjung sidang karena bertepuk tangan di persidangan.
Adapun hal itu terjadi saat Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla alias JK berikan keterangan sebagai saksi meringankan untuk terdakwa eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan.
"Apakah Pertamina untung atau rugi tahu tidak," tanya hakim di persidangan.
"Tidak. Tapi Begini saya boleh tambahkan kalau suatu kebijakan bisnis hanya dua kemungkinannya merugi atau untung. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka seluruh BUMN harus dihukum," kata JK.
"Ini bahayanya kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum," lanjutnya
Kemudian terdengar pengunjung sidang kompak bertepuk tangan mendengar jawaban JK tersebut.
Tak lama majelis hakim menegur pengunjung sidang karena bertepuk tangan di persidangan.
"Mohon tidak ada tepuk tangan di sini. Karena di sini bukan menonton. Kita mendengarkan fakta di sini. Tolong jangan bertepuk tangan di persidangan," tegur hakim.
"Kalau memang benar keterangan saksi ini. Dipahami saja masing-masing. Mohon jangan tak perlu bertepuk tangan," jelasnya.
Sebagai informasi, Karen dalam perkara ini telah didakwa jaksa penuntut umum KPK melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021.
Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.
Katanya, tindak pidana itu memperkaya Karen bersama SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Perbuatan itu juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS.
Menurut jaksa, PT Pertamina melakukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.
Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina menandatangani LNG sales and purchase agreement dengan Corpus Christu Liquefaction.
Kemudian, Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina.
Selain itu, pengadaan itu dilakukan tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian.
Baca juga: JK Bingung Bekas Dirut Pertamina Jadi Tersangka, Karen: Pasti Bingung karena Hanya Ikut Instruksi
Dalam perkara ini Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.