DPR Merasa Aneh Biaya UKT Kini Kian Meroket, Padahal Anggaran Pendidikan dari APBN Capai Rp655 T
Komisi X DPR merasa aneh dengan mahalnya biaya UKT mahasiswa di sejumlah universitas, sebut akan segera bentuk Panja pastikan biaya UKT terjangkau.
Penulis: Rifqah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Biaya pendidikan atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Tanah Air kini kian meningkat hingga banyak dikeluhkan oleh kalangan masyarakat.
Kenaikan biaya UKT itu bahkan bisa mencapai 5 sampai 8 kali lipat dari biasanya.
Selain itu, kenaikan biaya UKT tersebut juga dibalut dengan uang komite, uang kegiatan, hingga sumbangan tanpa ikatan.
Menanggapinya, Komisi X DPR yang membidangi pendidikan pun turut merasa aneh dengan mahalnya biaya UKT mahasiswa di sejumlah universitas.
Padahal, anggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) mencapai Rp655 triliun.
"Agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Jumat (17/5/2024).
Segera Bentuk Panja
Untuk mengatasinya, Huda mengatakan, Komisi C DPR berinisiatif membentuk Panitia Kerja (Panja) Biaya Pendidikan, guna memastikan biaya pendidikan di Indonesia terjangkau oleh masyarakat.
“Akhir-akhir ini mahasiswa maupun orang tua mahasiswa mengeluhkan tingginya UKT di berbagai kampus negeri. Selain itu wali murid juga banyak."
"Kami ingin mengetahui pengelolaan biaya pendidikan oleh pemerintah sehingga memutuskan membentuk panja," tuturnya.
Panja Biaya Pendidikan nantinya akan memanggil sejumlah pihak terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemendikbud Ristek, Bappenas, hingga pemerintah daerah.
“Anggaran pendidikan kita tahun ini saja sekitar Rp 665 triliun. Anggaran ini kemudian didistribusikan ke kementerian/lembaga termasuk ke pemerintah daerah."
Baca juga: 5 Kritikan soal Polemik Biaya UKT: Potensi Ancam Visi Indonesia Emas 2045, Mahasiswa Menjerit
"Maka di sini penting untuk diketahui apakah semua lembaga yang mengelola anggaran pendidikan ini telah sesuai kebutuhan di lapangan atau memang ada perlu perbaikan. Baik terkait pola distribusi, pola pengelolaan, hingga penentuan sasaran,” pungkasnya.
Sebelumnya, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan rapat dengan pendapat umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (16/5/2024).
Perwakilan BEM SI dari Unsoed, Maulana Ihsan Huda juga menyampaikan kedatangan mereka untuk mengadukan kenaikan UKT di beberapa universitas ke DPR RI.
Menurutnya, kenaikan UKT dari pihak kampus itu dinilai tidak masuk akal, sebab kenaikannya bisa mencapai 5 kali lipat dari biasanya.
Begitu pun dengan Presiden Mahasiswa UNS, Agung Luki Praditya menyampaikan tengah mengalami hal serupa.
"Di fakultas kedokteran misalnya, semula biaya UKT hanya Rp 25 juta kini menjadi Rp 200 juta.ta, naiknya 8 kali lipat lebih," kata Agung.
Kata Kemendikbudristek
Mengenai biaya UKT yang meningkat itu, Kemendikbudristek kemudian membeberkan biaya operasional yang ditanggung langsung oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sesditjen Dikti Ristek Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie menjelaskan, biaya tersebut meliputi, belanja Alat Tulis Kantor (ATK) hingga membayar dosen yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Biaya perkuliahan itu kan pasti butuh ATK, butuh kemudian LCD, ada pemeliharaan. Kemudian dosennya kan mesti harus dikasih minum, harus kemudian dibayar. Memangnya dosen gratis?" ujar Tjitjik dalam Taklimat Media di Kantor Kemendikbudristek Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Lebih lanjut, Tjitjik juga mengungkapkan, biaya UKT tersebut juga termasuk untuk pembiayaan kegiatan praktikum.
Apalagi, biaya praktikum tidak bisa dipukul rata setiap kelas maupun antar program studi karena pasti berbeda-beda.
Dikatakan Tjijik, penerapan pratikum yang sesuai standar prosedur juga membutuhkan biaya.
"Kita perlu alat peraga sehingga mahasiswa ini bisa mendapatkan pemahaman yang lebih real terkait dengan konsep-konsep keilmuan yang diajarkan."
"Mereka harus diskusi, itu kan berarti sudah pembiayaan operasional," ungkap Tjitjik.
Biaya lainnya lagi adalah biaya UTS, serta ujian-ujian lainnya seperti ujian tugas akhir maupun skripsi.
Meski begitu, Kemendikbudristek memberikan Rp 4,7 triliun setiap tahun kepada 76 PTN akademik untuk revitalisasi di PTN tersebut.
Namun, anggaran tersebut dialokasikan bukan untuk operasional.
"Itu adalah untuk investasi dan updating sarana yang ada di perguruan ini, terutama adalah sarana untuk praktek, laboratorium, dan sarana-sarana untuk pelatihan-pelatihan yang bisa mengembangkan inovasi yang ada di perguruan ini," pungkas Tjitjik.
(Tribunnews.com/Rifqah/Igman Ibrahim/Fahdi Fahlevi)