Soal RUU Penyiaran, PDIP Tolak Adanya Pelarangan Jurnalisme Investigasi
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, menyebut pihaknya menentang adanya pelarangan jurnalisme investigasi dalam RUU Penyiaran.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, berbicara mengenai Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran.
Menurutnya, PDIP menentang adanya pelarangan jurnalisme investigasi di mana wacananya dimasukkan dalam RUU Penyiaran.
Hal ini disampaikan Djarot di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
"Tentang RUU Penyiaran, PDI Perjuangan mendorong supaya RUU Pemilu ini benar-benar tidak menghapuskan penyelidikan secara investigatif," tutur Djarot, dilansir WartaKotalive.com.
Djarot menjelaskan bahwa PDIP menilai pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Ia menyatakan seharusnya negara memberikan ruang kepada pers untuk menjaga demokrasi yang bersih.
Di sisi lain, Djarot menduga ada pihak yang ketakutan aibnya terbongkar lewat investigasi yang dilakukan jurnalis.
"Jangan sampai karena ketakutan yang berlebihan kemudian pers dengan penyiaran negatif kemudian dilarang," tegasnya.
Dewan Pers Menolak
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya bersama seluruh konstituen menolak RUU Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan.
Ia mengkritik penyusunan RUU Penyiaran karena tak memasukkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam konsideran.
"(Ini) mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform," katanya di Gedung Dewan Pers, Jakarta pada Selasa (14/5/2024).
Baca juga: Menkominfo Berharap RUU Penyiaran Tak Timbulkan Kesan Sebagai Wajah Baru Pembungkaman Pers
Ia memandang RUU Penyiaran menyebabkan pers tidak merdeka, independen, serta tak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.
"Karena dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan sebagian aturan-aturannya akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen," terangnya.
Menurutnya, proses RUU Penyiaran menyalahi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yakni penyusunan sebuah regulasi yang harus meaningful patricipation.
"Maknanya apa? Harus ada keterlibatan masyarakat, hak masyarakat untuk didengar pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya," tuturnya,
Ia menyebut Dewan Pers dan konstituen juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran.
Sementara secara substantif, ia menegaskan RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan Pasal 4 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasalnya, RUU Penyiaran mengatur larangan untuk menyiarkan konten ekslusif jurnalisme investigasi.
"Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan dan pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," ungkap Ninik.
Kemudian, terkait penyelesaian sengketa jurnalistik dalam RUU Penyiaran justru akan dilakukan lembaga yang tidak punya mandat terhadap penyelesaian etik karya jurnalistik.
"Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang," ungkap Ninik.
Ninik meminta agar penyusunan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan harmonisasi agar tidak tumpang tindih.
Apalagi, jelasnya, pengaturan penyelesaian sengketa jurnalistik juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2024.
"Pemerintah saja mengakui, kenapa di dalam draf ini penyelesaian sengketa terkait dengan jurnalistik justru diserahkan kepada penyiaran?" ucapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul: PDIP Tolak Tegas Pelarangan Jurnalisme Investigasi, Tuding Ada yang Ketakutan Aibnya Terbongkar.
(Tribunnews.com/Deni/Gita)(WartaKotalive.com/Alfian)