Ketua Komisi X Heran UKT Meroket: Padahal Alokasi Anggaran Pendidikan di APBN Besar
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengaku heran dengan tingginya biaya pendidikan termasuk biaya UKT di PTN.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mengaku heran dengan tingginya biaya pendidikan termasuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Padahal menurutnya, pemerintah sudah mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) cukup besar untuk pendidikan.
"Akhir-akhir ini mahasiswa maupun orang tua mahasiswa mengeluhkan tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai kampus negeri."
"Selain itu, wali murid juga banyak merasa keberatan akan adanya berbagai biaya sekolah negeri dengan bungkus uang komite, uang kegiatan, hingga sumbangan tanpa ikatan," kata Huda dikutip dari laman resmi DPR RI, Sabtu (18/5/2024).
Huda menjelaskan, Indonesia telah menerapkan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan.
Diketahui, Mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang.
Menurut Huda, tahun ini bahkan telah mengucurkan biaya sebesar Rp665 triliun dari APBN untuk pendidikan.
"Maka agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar,” ujarnya.
Politisi Fraksi PKB ini khawatir tingginya pendidikan akan mengancam target untuk mewujudkan Indonesia Emas di 2045.
Oleh karenanya, kata Huda, Komisi X DPR akan membuat Panitia Kerja (Panja) untuk memastikan biaya pendidikan di Indonesia tetap terjangkau.
Nantinya, Komisi X akan memanggil stakeholder pengelola anggaran pendidikan seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kemendikbud Ristek, Bappenas, hingga pemerintah daerah.
Baca juga: Biaya Kuliah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2024, UKT Tertinggi Rp 50 Juta
Diharapkan pembentukan Panja ini bisa mengusut faktor-faktor apa yang membuat biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal.
Panja juga akan mencari tahu apakah semua lembaga yang mengelola anggaran pendidikan sudah sesuai kebutuhan di lapangan atau memang ada perlu perbaikan.
"Baik terkait pola distribusi, pola pengelolaan, hingga penentuan sasaran," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah kalangan juga mengritik mengenai lonjakan UKT di sejumlah PTN ini.
Hal itu diketahui juga buntut dari terbitnya Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) tahun 2024.
Regulasi tersebut, dinilai mengakibatkan jumlah Biaya Kuliah Tunggal (BKT), UKT, dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik fantastis sehingga membebani mahasiswa.
Protes juga dilayangkan para mahasiswa dari sejumlah daerah.
Salah satunya dilakukan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang melakukan aksi memprotes UKT mahal ke rektorat.
Baca juga: 3 Poin Pernyataan Kemendikbudristek soal Polemik Biaya UKT, Sebut Kuliah Bukan Wajib Belajar
Selain Unsoed, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo juga menuntut rektorat mengahapus UKT golongan 9.
Presiden BEM UNS Solo, Agung Lucky Pradita, mengatakan UKT Golongan 9 terlalu memberatkan mahasiswa.
Sebelumnya, UKT di UNS hanya sampai Golongan 8.
Kenaikan UKT baru terjadi tahun ini. Menurutnya, selama beberapa tahun, UKT di UNS tidak mengalami kenaikan.
Keluhan yang sama soal UKT mahal juga dilontarkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan Universitas Riau (Unri).
(Tribunnews.com/Milani Resti/Chaerul)