Ibu Pekerja Sambut Baik Cuti Melahirkan Kini 6 Bulan, Tapi Keluhkan Cuti Suami Hanya 5 Hari
UU KIA disahkan DPR dan disambut baik ibu pekerja. Sebab, cuti melahirkan dari 3 bulan ditambah jadi 6 bulan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (4/6/2024).
UU ini mengatur tentang ibu pekerja yang telah bersalin berhak memperoleh cuti melahirkan paling singkat 3 bulan.
Masih pada aturan yang sama, suami berhak cuti selama 2 hari dan bisa mendapatkan cuti tambahan paling lama tiga hari berikutnya.
Lantas bagaimana tanggapan ibu pekerja terkait disahkannya UU ini?
Fitrah, ibu yang bekerja sebagai karyawan swasta ini menyambut baik aturan tersebut.
"Menurut saya cukup banget karena sebelumnya 3 bulan itu terasa sebentar banget," ungkapnya saat diwawancari Tribunnews di Jakarta, Kamis (6/5/2024).
Ibu dari satu orang anak ini merasa aturan sebelumnya tidaklah cukup.
Baca juga: 5 Poin Penting UU KIA yang Disahkan DPR, Ibu Bekerja Bisa Cuti Melahirkan Sampai 6 Bulan-Ayah 2 Hari
"Kita sebagai ibu belum pulih sepenuhnya secara kesehatan fisik dan mental. Sebagai ibu baru, masih rawan banget stres. Baik stres di kerjaan maupun saat sampai rumah. Harus urus anak," tuturnya.
Cuti melahirkan selama 6 bulan menurut Fitrah sangatlah membantu pemulihan ibu secara fisik dan psikis.
Selain itu, anak juga akan mendapat perhatian lebih dari ibu secara utuh.
Manfaat lainnya dari UU ini adalah anak bisa mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif secara baik selama minimal 6 bulan.
"Ini kan untuk kesejahteraan anak juga. Di mana kita sebagai ibu sebisa mungkin harus memenuhi hak anak akan ASI Ekslusif selama 6 bulan pertama," kata Fitrah.
"Yang sering ditakutkan kan kalau udah stres di kerjaan,sibuk, jarang pompa ASI akan mengurangi produksi ASI. Ujung-ujungnya anak kasihan," imbuh Fitrah.
Cuti Suami Maksimal 5 Hari Dirasa Kurang
Berbanding terbalik dengan cuti melahirkan, Fitrah merasa cuti suami dirasa masih kurang.
Menurut Fitrah, jika memungkinkan, cuti suami harusnya sampai satu bulan.
"Suami sih kalau bisa sebulan ya cutinya. Karena satu bulan pertama itu masa-masa berat banget adaptasi buat ibu," ucap Fitrah.
Mungkin sang suami tidak merasakan apa yang dialami istri.
Tapi kata Fitrah, dengan cuti suami yg lebih lama, kehadiran pasangan dapat membantu dan menenangkan sang ibu.
"Biar sama-sama urus anak, agar ibu ga baby blues dan merasa sendiri. Tapi di sisi lain memang suami pencari nafkah yg lebih utama, jadi menurut saya masih relevan kalo seminggu," tambahnya.
Terakhir, Fitrah memberikan saran pada perusahaan yang memperkerjakan para ibu.
"Jika ada ibu yang baru saja melahirkan saat masuk kerja jangan dikasih kerjaan yang terlalu berat dan bikin stres. Jangan dipaksa bekerja yang membutuhkan kekuatan fisik lebih. Karena banyak ibu baru melahirkan akhirnya alami pendarahan," kata Fitrah lagi.
Terutama pada ibu yang melahirkan lewat operasi sesar. Sebagian ibu rentan alami pendarahan.
Tidak hanya itu, kantor juga harus menyediakan tempat yang nyaman untuk ibu memompa ASI atau menyusui.
Ruangan tersebut harus dilengkapi kulkas, tempat cuci tangan dan kursi yang nyaman untuk ibu.
Sedangkan pada pemerintah, ia berharap aturan ini pada praktiknya tidak dipersulit dan tetap konsisten dijalankan di kemudian hari.
"Sedangkan untuk pemerintah, kalau pun cuti tambahan 3 bulan itu untuk ibu yg komplikasi atau bermasalah, jangan disulitkan untuk berobatnya. Dan jangan berubah-ubah lagi karena ganti presiden," tutupnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.