Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Seruan Revisi UU KPK Mengemuka, dari DPR hingga Internal KPK, Pasal Mana yang Perlu Direvisi?

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul lantas mempersilakan Dewas KPK mendorong revisi UU KPK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Seruan Revisi UU KPK Mengemuka, dari DPR hingga Internal KPK, Pasal Mana yang Perlu Direvisi?
Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Seruan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK kembali mengemuka. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seruan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK kembali mengemuka.

Mulanya Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut banyaknya kekurangan UU KPK yang sekarang di hadapan Komisi III DPR RI saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, 5 Juni 2024.

Baca juga: Pihak KPK Amini UU KPK Banyak Kelemahan: Semoga Direvisi

"Terus terang, Pak, saya sampaikan, saya pribadi menyampaikan banyak kelemahan undang-undang ini. Saya tidak bilang undang-undang ini melemahkan, tidak bilang. Banyak yang krusial dari undang-undang ini sampai sekarang," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul lantas mempersilakan Dewas KPK mendorong revisi UU KPK. DPR terbuka dilakukan perubahan beleid itu.

"Usul saja kalau Pak Tumpak nanti bisa menyampaikan coba dong diperbaiki revisinya UU Nomor 19 seperti ini, kita akan senang sekali," kata Bambang dalam RDP di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Baca juga: DPR Persilakan Dewas Usul Revisi UU KPK: Kami Senang Sekali, Sudah 5 Tahun Banyak Komplain 

Menurut Bambang, usia UU KPK sudah lima tahun. Selain itu, perubahan juga penting untuk mengakomodasi berbagai komplain terhadap beleid itu.

Berita Rekomendasi

"Karena ini sudah 2019 juga undang-undangnya, sudah lima tahun lah bisa kita tata ulang, karena banyak yang komplain juga," katanya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kemudian mengamini kritikan Dewas KPK terhadap UU KPK yang dinilai memiliki banyak kelemahan.

"Kritik dari Dewas saya kira bagus kemarin, faktanya memang seperti itu," ujar Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024).

Ali Fikri menyambut baik soal wacana UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 akan direvisi kembali.

"Ya mudah-mudahan sih. Ya saya kira Dewas kan sudah mengatakan ada beberapa kelemahan tugas dari dewas sendiri, kewenangan dan seterusnya. Saya kira bagus kalau kemudian ada perubahan UU, termasuk juga di KPK," kata dia.

Selain itu, Ali berharap pimpinan KPK berikutnya merupakan orang-orang yang memiliki komitmen tinggi untuk menuntaskan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Teranyar, revisi UU KPK juga disetujui oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

"Saya setuju direvisi total. Bagian atau pasal mana? Banyak,” ujar Alex kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).

Menurut Alex, UU KPK harus mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, terutama dari pimpinan tertinggi negara ini.

Katanya, jika presiden tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, revisi UU KPK hanya sekadar tambal sulam.

Baca juga: Mahfud MD Janji Bakal Revisi UU KPK agar Lembaga Antirasuah Independen Jika Terpilih

Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu meminta pemerintah mencontoh bagaimana Singapura dan Hong Kong yang berhasil menekan korupsi.

“Di kedua negara tersebut hanya ada satu lembaga atau badan yang diberi otoritas atau kewenangan melakukan pemberantasan korupsi,” kata Alex.

Singapura memiliki lembaga pemberantasan korupsi bernama Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sedangkan Hongkong memiliki Independent Commission Against Corruption (ICAC) yang memberantas korupsi.

Alex menjelaskan, semua pemberantasan korupsi dilakukan oleh CPIB dan ICAC di negara mereka masing-masing.

“CPIB dan ICAC secara konsisten mendapat dukungan penuh dari pemerintahan yang berkuasa,” kata dia.

Menurut Alex, nasib pemberantasan korupsi di Indonesia bergantung pada bagaimana pemerintah menjadikan KPK sebagai rujukan lembaga penegak hukum lain menyangkut kasus korupsi.

Alex pun menekankan, KPK harus menjadi supervisor lembaga lain dalam pemberantasan kasus rasuah.

Ia berpandangan, saat ini peran supervisi yang dimandatkan undang-undang nyaris tidak berfungsi.

“Demikian juga peran koordinasi. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah kalau kita mau serius memberantas korupsi,” sebut Alex.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas