Duduk Perkara 2 Kasus yang Menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kini didera dua kasus sekaligus yang ditangani Polda Metro Jaya dan KPK.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto kini didera dua kasus sekaligus.
Dua kasus itu ditangani Polda Metro Jaya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pekan lalu, Selasa (4/6/2024), Hasto telah diperiksa Polda Metro Jaya.
Rencananya, Senin (10/6/2024) besok, Hasto akan diperiksa KPK.
Berikut duduk perkara dua kasus yang menjerat Hasto sebagaima dirangkum Tribunnews.com.
1. Kasus di Polda Metro Jaya
Hasto Kristiyanto dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan penyebaran berita hoaks atau bohong.
Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan Hasto ketika diwawancara oleh SCTV pada Kamis (16/3/2024) dan Kompas TV pada Selasa (26/4/2024).
Pelaporan terhadap Hasto teregister dalam laporan bernomor LP/B/1735/III/2024/SPKT/Polda Metro Jaya pada Selasa (26/3/2024) dan LP/B/1812/III/2024/SPKT/Polda Metro pada Minggu (31/3/2024).
Dilansir dari Kompas.com, Hasto diduga melakukan penghasutan dan/atau menyebarkan informasi elektronik atau dokumen elektronik yang membuat berita bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 28 Ayat 3 juncto Pasal 45A Ayat 3 Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hendra dan Bayu Setiawan adalah pihak yang melaporkan Hasto ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Terkait dua laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya, penyidik Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya memanggil Hasto guna kepentingan pemeriksaan.
Pemanggilan terhadap Hasto dimuat dalam surat undangan bernomor B/13674/V/RES.1.24./2024/Ditreskrimum pada Rabu (29/5/2024).
Hasto telah memenuhi panggilan polisi itu didampingi penasihat hukumnya, Patra Zen dan Advokat Rakyat PDI-P.
Hasto menyampaikan, kedatangannya ke Polda Metro Jaya tidak hanya untuk memenuhi surat panggilan dari polisi.
Selain itu, ia memenuhi panggilan polisi untuk memberikan sebagai tanggung jawab sebagai warga negara yang patuh terhadap hukum.
“(Kedatangan) atas pernyataan saya dalam wawancara di media TV nasional dan mungkin ada beberapa pernyataan lainnya yang saya sampaikan dalam tanggung jawab untuk melakukan pendidikan politik dan fungsi komunikasi yang melekat dengan eksistensi partai,” ujar Hasto.
Hasto diperiksa empat penyidik Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya selama 2,5 jam dengan empat pertanyaan.
Ia diperiksa karena pernyataannya di SCTV dan Kompas TV dinilai oleh pelapor sebagai bentuk penghasutan, tindak pidana, dan berita bohong sehingga berpotensi menciptakan kerusuhan.
Setelah menghadiri pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Hasto mengaku sempat bertanya ke penyidik mengenai pernyataannya yang disebut pelapor menyebabkan keonaran dan unsur pidananya.
2. Kasus Hasto di KPK
Kasus Hasto Kristiyanto di KPK terkait mantan caleg PDIP Harun Masiku.
Harun Masiku merupakan buronan kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Kasus yang menjerat Harun Masiku bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 8 Januari 2020 lalu.
Saat itu, tim satgas KPK membekuk sejumlah orang, termasuk Wahyu Setiawan selaku komisioner KPU dan orang kepercayaannya yang merupakan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Sementara, Harun Masiku yang diduga menyuap Wahyu Setiawan seolah hilang ditelan bumi.
Ditjen Imigrasi sempat menyebut calon anggota DPR dari PDIP pada Pileg 2019 melalui daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I dengan nomor urut 6 itu terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020 atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan belum kembali.
Pada 16 Januari 2020, Menkumham yang juga politikus PDIP, Yasonna H Laoly, menyatakan Harun belum kembali ke Indonesia.
Padahal, pemberitaan media nasional menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 yang dilengkapi dengan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah ramai pemberitaan mengenai kembalinya Harun ke Indonesia, belakangan Imigrasi meralat informasi dan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia.
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai buronan atau masuk dalam daftar pencarian orang sejak 29 Januari 2020.
KPK juga sebenarnya pernah memeriksa Hasto dalam kasus ini pada Jumat 24 Januari 2020.
Hasto diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR tahun 2019-2024 dengan tersangka pihak swasta Saeful.
Dugaan Kaitan Hasto dalam Kasus Harun Masiku
Nama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristyanto disebut-sebut dalam sidang korupsi.
Mantan ajudan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya, mengaku pernah melihat Hasto pernah menemui Wahyu Setiawan di ruang kerja di kantor KPU.
Pengakuan itu disampaikan Rahmat saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait Pergantian Antar-Waktu (PAW) anggota DPR dari PDI Perjuangan untuk Dapil Sumatera Selatan I, dengan Terdakwa kader PDIP Saeful Bahri di Jakarta, Senin (13/4/2020).
Sidang digelar melalui konferensi video dengan terdakwa Saeful Bahri berada di rumah tahanan (rutan) KPK di Gedung KPK lama. Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum terdakwa berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan itu, anggota majelis hakim Titi Sansiwi menanyakan saksi Rahmat Setiawan tentang pernah atau tidaknya atasannya, Wahyu Setiawan, bertemu denga Hasto Kristiyanto. Rahmat langsung membantah. "Tidak pernah," jawab Rahmat.
Namun, Rahmat tidak bisa mengelak ketika dikonfirmasi keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat proses penyidikan di KPK. Sebab, dalam BAP itu, Rahmat mengakui Wahyu Setiawan perna beberapa kali bertemu dengan Hasto.
Titi Sansiwi membaca berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Rahmat Setiawan. Di BAP itu, kata dia, Rahmat Setiawan memberikan keterangan Hasto Kristiyanto sempat beberapa kali bertemu Wahyu Setiawan.
“Di BAP anda ini beberapa kali?” cecar hakim Titi kepada Rahmat.
Akhirnya, saksi Rahmat mengakui Hasto pernah menemui mantan atasannya itu. Namun, menurutnya pertemuan terjadi di dalam kantor KPU di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Menurutnya, pertemuan itu terjadi di dalam ruang kerja Wahyu Setiawan, di sela acara rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
“Itu saat 2019 saat rekapitulasi. Pak Hasto dan tim kebetulan menjadi saksi perwakilan dari PDI Perjuangan. Datang ke kantor,” ujar Rahmat.
“Berapa kali ketemunya?” tanya hakim Titi. Rahmat mengungkapkan Hasto pernah masuk ke ruang kerja Wahyu di kantor KPU RI.
"Seingat saya, kalau tidak salah sekali itu di ruangan. Makan siang. Istirahat. Merokok. Biasa bapak kan merokok,” tutur Rahmat.
Rahmat mengaku tidak tahu saat ditanya tentang materi pembicaraan antara Wahyu Setiawan dan Hasto Kristiyanto saat itu.
Sebab, pertemuan dilakukan di dalam ruang kerja atasannya, sementara dirinya berada di luar ruang kerja. “Tidak bu, (bertemu,-red) di dalam (ruang kerja,-red). Saya ruangannya di luar,” kata dia.
Dalam sidang kasus ini, Saeful Bahri selaku kader sekaligus staf Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, bersama-sama caleg dari PDIP Harun Masiku, didakwa memberi uang suap secara bertahap sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022.
Suap diberikan melalui Agustiani Tio Fridelina Sitorus secara bertahap. Agustiani adalah orang kepercayaan Wahyu Setiawan, yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2008-2012 dan caleg PDIP dari Dapil Jambi pada Pemilu 2019.
Suap diberikan untuk membantu caleg dari Dapil Sumatera Selatan 1 Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 menggantikan rekan separtainya, Riezky Aprillia, melalui proses PAW. Kasus ini bermula setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap delapan orang pada 8-9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Empat orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait proses persetujuan PAW anggota DPR dari PDIP untuk Dapil Sumsel I. Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebagai tersangka penerima suap. Adapun caleg PDIP Harun Masiku dan kader PDIP Saeful Bahri sebagai tersangka pemberi suap. Namun, pihak KPK meyakini ada donatur di balik pemberian uang suap tersebut.
OTT dan penanganan kasus tersebut juga diwarnai 'drama' lantaran Harun Masiku gagal tertangkap oleh pihak KPK dan hingga kini belum juga ditangkap. Nama dan peran Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah diungkap jaksa KPK dalam persidangan dakwaan Saeful Bahri pada 2 April lalu.
Jaksa KPK mengungkapkan Hasto Kristiyanto memerintahkan kuasa hukum PDIP Donny Tri Istiqomah, untuk mengajukan surat permohonan terkait PAW Harun Masiku ke KPU. Jaksa menjelaskan, mulanya KPU mengumumkan rekapitulasi perolehan suara PDIP untuk Dapil Sumsel 1 yang menempatkan M Nazaruddin Kiemas memperoleh suara 0 (nol) karena meninggal dunia, Riezky Aprilia memperoleh suara tertinggi dengan 44.402 dan Harun Masiku hanya memperoleh suara 5.878.
Atas adanya rekapitulasi KPU itu, pengurus PDIP menggelar rapat pleno dan memutuskan Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Keimas.
Selanjutnya, Hasto Kristiyanto meminta penasihat hukum PDIP bernama Donny Tri Istiqomah, untuk mengajukan surat permohonan penetapan ke KPU agar Harun Masiku ditetapkan sebagai caleg terpilih penerima pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas.
Dan pada 5 Agustus 2019, DPP PDIP mengirimkan surat nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI, perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazaruddin Kiemas Nomor urut 1, Dapil Sumsel I, suara sahnya dialihkan kepada calon atas nama Harun Masiku, nomor urut 6, Dapil Sumsel I.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.