Rumah Singgah, Usulan Solusi Agar Lapas Tidak Jadi 'Sekolah Kejahatan' bagi para Napi dan Residivis
Staf pengajar Fakultas Hukum UKI Rospita Adelina Siregar saat ini perlu penelitian dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Kajian Lembaga Pemasyarakatan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) menyelenggarakan Seminar Nasional “Penguatan Pembinaan Narapidana sebagai Upaya Mencegah Lembaga Pemasyarakatan ‘Sekolah Kejahatan," di kampus UKI Cawang, Jakarta Timur, Jumat, (21/6/2024).
Seminar yang diselenggarakan secara hybrid ini menghadirkan sejumlah pembicara seperti Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI Wilayah DKI Jakarta, Guru Besar Fakultas Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI Ktut Silvanita dan Rospita Adelina Siregar, pengajar tetap Fakultas Hukum UKI.
Seminar membahas berbagai isu terkait dengan pembinaan narapidana di Indonesia, dengan fokus pada upaya untuk mencegah lembaga pemasyarakatan menjadi "sekolah kejahatan."
Seperti diketahui banyak beredar informasi bahwa lembaga pemasyarakatan kerap kali menjadi ajang bagi narapidana untuk bertukar pengalaman kejahatan sehingga ketika kembali ke masyarakat mereka kerap menjadi lebih berpengalaman atau bahkan memiliki pegetahuan seputar pengalaman kejahatan baru.
Namun, untuk tentang apakah lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi "sekolah kejahatan" bukan sekadar spekulasi. Perlu ada data dan bukti untuk menjawabnya.
Baca juga: Sosok Pelaku Penembakan Juru Parkir di Purwokerto, Selalu Bawa Senjata hingga Residivis Perampokan
Staf pengajar Fakultas Hukum UKI Rospita Adelina Siregar saat ini sangat diperlukan penelitian dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemasyarakatan di Indonesia.
"Penguatan pembinaan, pengawasan, dan koordinasi antar pihak terkait menjadi kunci untuk memastikan bahwa lapas benar-benar menjalankan fungsinya sebagai tempat pembinaan dan bukan "sekolah kejahatan," ujarnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI Ktut Silvanita mengkhawatirkan tingginya angka residivisme di Indonesia, di mana narapidana kembali melakukan kejahatan setelah bebas.
"Hal ini bisa jadi karena selama di lapas, mereka terpapar dengan budaya kriminal dan bertukar pengalaman dengan narapidana lain, termasuk residivis," kata Ktut.
Mengacu pada data 2016 hingga 2021, rata-rata jumlah narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang masuk Lembaga pemasyarakatan sebesar 130.881 WBP namun sekitar 20.319 WBP masuk Kembali atau 15.49 persen WBP masuk Kembali.
Dari data tersebut menunjukkan beberapa kendala yang masih dihadapi Lembaga Pemasyarakatan untuk membina WBP agar tidak masuk kembali.
“Alasan WBP masuk Kembali ke lapas, utamanya karena kondisi ekonomi. Selain itu ada kondisi lingkungan seperti stigma negatif dari masyarakat, dan karena pribadi residivis itu sendiri," ungkapnya.
"Jika pembinaan dilakukan dengan tepat maka WBP dapat menjadi potensi ekonomi dan menjadi modal Pembangunan,” ujar Ktut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.