PBHI Soroti Aparat Penegak Hukum Belum Satu Perspektif soal Pemulihan Korban TPPO
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, aparat penegak hukum belum terintegrasi dalam menangani kasus TPPO.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyoroti soal penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang belum menaruh perhatian terhadap pemulihan korban.
Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, aparat penegak hukum belum terintegrasi dalam menangani kasus TPPO.
Baca juga: Pelaku dan Korban TPPO Didominasi Perempuan, Ini Alasannya
Ia menilai, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Polri sudah bekerja sama sejak awal penyelidikan. Namun, kedua lembaga tersebut belum terintegrasi dengan lembaga lain yang juga berperan penting dalam hal penegakkan hukum kasus TPPO, misalnya kejaksaan dan pengadilan di bawah Mahkamah Agung (MA).
"Sehingga, masih menggunakan persepsi yang berbeda, di mana persepsinya masih hanya fokus pada penindakan pelaku saja," kata Julius, saat ditemui Tribunnews.com usai diskusi publik bertajuk 'Menuntut Hak Atas Pemulihan bagi Korban TPPO', di Jakarta Selatan, pada Rabu (3/7/2024).
Bukan hanya soal penindakan pelaku TPPO, menurutnya, pemulihan bagi korban praktik perdagangan orang tersebut juga harus menjadi perhatian pemerintah.
Baca juga: Enik Rutita, DPO Kasus TPPO Mahasiswa Magang ke Jerman Ditangkap Saat Piknik di Italia, Ini Perannya
Ia justru menilai, soal pemulihan itu masih hanya berada di level kepolisian dan LPSK.
"Padahal, penentuan akhir apakah pelaku itu dinyatakan bersalah atau tidak, apakah pelaku dibebankan restitusi atau tidak, apakah negara mengeluarkan kompensasi bagi korban atau tidak demi pemulihan korban, ada di ruang sidang pengadilan," jelasnya.
"Di mana ruang sidang itu isinya adalah jaksa dan hakim. Tidak ada Polri dan LPSK. Nah, ini kan harus disambungkan artinya," tambah Julius.
Kemudian, ia mengatakan, belum adanya kesadaran dari pemerintah untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang menjadi hak korban TPPO, baik berupa restitusi atau kompensasi.
"Ini menjadi hal yang sifatnya wajib obligatif bagi aparat penegak hukum. Dan itu (seharusnya) terintegrasi mulai dari penyelidikan dengan LPSK juga, penyidikan dan penuntutan, sampai putusan di persidangan," katanya.
Baca juga: Enyk Waldkoenig, Buronan Kasus TPPO Mahasiswa Berkedok Magang ke Jerman Ditangkap di Italia
Julis mengatakan, restitusi bagi korban menjadi penting diperjuangkan oleh aparat penegak hukum berkaitan dengan kasus TPPO.
"Ketika di pengadilan masih ada ruang, bahwa 'ya kalau enggak diajukan oleh penyelidik atau LPSK ya korban mengajukan (restitusi) sendiri'. Nah, ini kan mengembalikan kembali kepada korban yang sudah jatuh karena kondisi HAM-nya minus, lalu terjebak dalam TPPO," jelasnya.
Lebih lanjut, terkait pemulihan korban, ia juga menyoroti pentingnya penganggaran untuk kasus TPPO oleh pemerintah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.