Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Raker dengan BPK, DPD RI Dorong Audit Alokasi Dana dari Pusat untuk Papua

Permohonan audit atas dana Otsus Papua tersebut disampaikan Filep dalam Rapat Kerja (raker) Komite IV DPD dan Badan Akuntan Publik DPD bersama BPK

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Raker dengan BPK, DPD RI Dorong Audit Alokasi Dana dari Pusat untuk Papua
ist
Senator asal Papua Barat Filep Wamafma meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melakukan audit atas alokasi dan penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua, pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, yang disebut juga sebagai Undang-Undang Otsus Papua Periode II. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senator asal Papua Barat Filep Wamafma meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) melakukan audit atas alokasi dan penggunaan dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua, pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, yang disebut juga sebagai Undang-Undang Otsus Papua Periode II. 

Permohonan audit atas dana Otsus Papua tersebut disampaikan Filep dalam Rapat Kerja (raker) Komite IV DPD dan Badan Akuntan Publik DPD bersama BPK membahas Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2023 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2023.

Baca juga: Terpilih Jadi Anggota DPD, Daud Yordan Ubah Julukan Dari Cino Menjadi The Boxing Senator

"Tadi kami mengikuti raker dengan BPK RI dan dalam rapat tersebut, kami berkesempatan menyerahkan surat permohonan kepada BPK RI untuk melakukan audit," kata Filep di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Wakil Ketua Komite II DPD RI ini mengatakan dalam surat tersebut, dirinya mewakili anggota DPD dan DPR asal Papua Barat dan Papua Barat Daya, meminta BPK melakukan empat hal di tanah Papua. 

Pertama, audit terhadap dana otonomi khusus yang diperuntukkan 10 persen  dari sumber Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas (migas) bagi masyarakat adat.

Baca juga: Sosok Haerul Saleh, Anggota BPK Bakal Diperiksa KPK Terkait Pelicin WTP untuk Kementan era SYL

Sebab, sejak Undang-Undang Otsus Papua periode kedua itu disahkan, kebijakan affirmasi terhadap masyarakat adat Papua belum berjalan dengan baik. 

Dia lalu menyoroti amanah di Undang-Undang Otsus yang mewajibkan mengalokasikan 10 persen dari DBH Migas yang dimiliki oleh provinsi dan kabupaten-kabupaten yang ada di Papua Barat dan Papua Barat Daya sebagai daerah penghasil sumber daya alam gas. 

Berita Rekomendasi

"Kami memantau dan melihat ternyata belum ada dampak signifikan terutama implementasi distribusi DBH Migas 10 persen bagi masyarakat adat," sebutnya.

Audit dana otsus ini, sambung dia, termasuk untuk melakukan audit terhadap dana Otsus untuk bidang pendidikan dan kesehatan di tanah Papua. 

Dia menjelaskan, Undang-Undang Otsus menyebutkan dana Otsus 30 persen dan DBH Migas 35 persen, dialokasikan 65 persen untuk dana pendidikan dan kesehatan di tanah Papua.

 Sebab faktanya, besaran dana ini ternyata tidak mampu mengangkat kesejahteraan dan taraf kesehatan masyarakat di tanah Papua khususnya di Papua Barat dan Papua Barat Daya. 

"Jadi kita minta BPK untuk melakukan audit sehingga dana Otsus yang disalurkan bidang pendidikan kesehatan itu dapat dikelola dengan baik dan benar supaya bermanfaat bagi sumber pengembangan sumber daya manusia di Papua," lanjutnya. 

Baca juga: BPK Dorong Polri Kampanyekan Pencegahan Kejahatan Siber Termasuk Judi Online

Kedua, lanjut Filep, pihaknya meminta agar dilakukan audit penggunaan terhadap dana cost recovery yang digunakan oleh BP Tangguh dan SKK Migas dalam program-program Corporate Social Responsibility (CSR).

 Sebab temuannya di lapangan, dana cost recovery dalam hal penggunaan bagi CSR pelayanan publik sosial bagi masyarakat terkena dampak di kabupaten Teluk Bintuni dan juga di wilayah Papua Barat Daya masih jauh dari harapan.

 "Karena _Cost Recovery_ ini merupakan sumber APBN yang diberikan kepada perusahaan, maka mau tidak mau BPK harus melakukan audit untuk memberikan jaminan bahwa penggunaan anggaran ini tepat sasaran atau tidak tepat sasaran," harapnya. 

Filep juga meminta ada audit terkait keberadaan pupuk Kaltim di kabupaten Fakfak yang dijadikan sebagai program strategis nasional. 

Ditegaskannya, pihaknya sebenarnya sangat mendukung program pemerintah untuk pabrik pupuk ini. 

Namun menurutnya, sebaiknya audit dilakukan lebih dahul untuk memastikan kelayakan operasional pupuk di tanah Fakfak ini. "Audit itulah yang menjadi dasar bagi pemerintah dalam memunculkan anggaran mendukung program strategis nasional," bilangnya.

Dan terakhir, pihaknya berharap ada audit terkait jalan Trans Papua Barat. Audit ini, tegasnya, memastikan kemanfaatan dan penggunaan dana yang sangat besar untuk menghubungkan jalan-jalan strategis di Papua ini, benar-benar sesuai harapan. "Kami meminta BPK juga untuk melakukan audit terhadap program-program strategis otonomi daerah sehingga tidak atas nama membangun, tapi kemudian mengalami kerugian negara dan berdampak kepada anggaran negara tapi juga berdampak kepada pelayanan publik di Papua Barat secara khusus," harapnya.

Atas permintaan tersebut, BPK, kata kata Doktor Hukum jebolan Universitas Hasanuddin ini, menyatakan mendukung permintaan audit tersebut dan akan segera menindaklanjuti permohonan audit tersebut, sebagaimana permohonan surat yang disampaikan. Diakuinya, tidak mudah untuk audit tersebut karena itu, dia mendukung agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan anggaran yang memadai sehingga BPK dapat melaksanakan tugasnya sesuai amanat undang-undang. 

"Sekali lagi bahwa persoalan audit ini sangat penting dalam rangka memberikan jaminan bahwa keuangan negara itu digunakan dengan baik dan benar. Siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap penggunaan anggaran daerah atas nama rakyat, wajib mendapat penindakan sehingga menghadirkan efek jera," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas