Soal Ancaman Terhadap Kusnadi, Kuasa Hukum Sebut Jubir KPK Kurang Baca Undang-undang
Tessa diminta banyak membaca undang-undang (UU) lain terkait tugas dan wewenang KPK, di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, misalnya.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan Tessa Mahardhika Sugiarto selaku Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kusnadi, staf Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, agar menyampaikan kebenaran jika mendapatkan ancaman dari penyidik KPK merupakan wujud sikap congkak yang berlebihan dari yang bersangkutan.
Seolah-olah "kebenaran" hanya milik dan menjadi monopoli penyidik KPK lalu Kusnadi di pihak yang tidak jujur.
Demikian disampaikan Petrus Selestinus, Kuasa Hukum Kusnadi dalam rilisnya, Rabu (3/7/2024).
"Karena itu, Tessa tidak perlu mengajari Kusnadi soal kejujuran dan soal ancaman yang dirasakan oleh Kusnadi," kata Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.
Sebagai Jubir KPK, menurut dia, Tessa sebaiknya introspeksi diri dan benahi KPK ke dalam karena pada saat Tessa meminta Kusnadi berkata jujur maka pada saat yang sama Tessa dan bahkan KPK berada dalam kepungan intervensi liar pihak eksternal.
"Dan itu berarti sikap jujur dan taat asas dalam tugas dan wewenang KPK telah tiada," kata Petrus .
Baca juga: Staf Hasto PDIP Minta Dilindungi LPSK, KPK Minta Kusnadi Tidak Berbohong
Buktinya, kata Petrus, dalam kasus Kusnadi ini oknum penyidik KPK justru menunjukkan sikap tidak jujur atau berbohong tentang apa yang mereka lakukan terhadap Kusnadi dan apa yang dialami dan dirasakan Kusnadi, yaitu "ancaman" yang faktual dan "perlindungan" saksi sebagai suatu kebutuhan riil.
Kurang Baca Undang-undang
Menurut Petrus, sebagai Jubir KPK, Tessa harus banyak membaca undang-undang (UU) lain terkait tugas dan wewenang KPK, di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, misalnya.
"Di situ diatur soal 'ancaman' sebagai perbuatan yang menimbulkan akibat yaitu rasa takut yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam proses peradilan pidana," jelasnya.
Begitu pula "perlindungan", kata Petrus, adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau "lembaga lainnya" sesuai dengan undang-undang tersebut.
Dengan demikian, lanjut Petrus, Kusnadi memiliki "legal standing" (posisi hukum) untuk meminta perlindungan sebagai saksi kepada LPSK, karena peristiwa yang dialami pada Senin (10/6/2024) di Lantai 2 Gedung KPK, sebagai peristiwa yang faktual yang merupakan bagian dari rekayasa untuk "memeras" pengakuan demi memenuhi pesanan pihak eksternal.
"Tindakan penyidik KPK inilah yang menimbulkan akibat berupa 'rasa takut" dan 'trauma' yang nyata bagi Kusnadi. Di sinilah terdapat 'ratio decidendi' antara ancaman yang menimbulkan rasa takut, dan rasa takut melahirkan permintaan 'perlindungan saksi' kepada LPSK," cetusnya.
Kusnadi Ditangkap