Banggar DPR Berharap APBN 2025 Bisa Atasi Tantangan Ketidakpastian Ekonomi Global
Said Abdullah berharap APBN 2025 juga bisa mewujudkan amanah konstitusi terutama untuk kemakmuran rakyat.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
"Mengingat, kita sedang berada dalam fase bonus demografi yang memungkinkan bagi kita untuk bisa tumbuh lebih tinggi," ungkap Said.
Apalagi, Indonesia sudah menjalankan proses transformasi struktural yang diharapkan memberikan dampak positif bagi perbaikan struktur perekonomian.
Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi fondasi dan modal untuk keluar dari middle income trap menuju Indonesia Emas 2045.
Said juga mendorong perlunya terobosan kebijakan untuk sektor perpajakan dan PNBP tahun 2025.
Dia menilai, hal itu bisa dicapai melalui implementasi undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan reformasi perpajakan berjalan dengan efektif.
Selain itu, Said mendorong prioritas belanja pemerintah harus mengarah pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Kemudian, memperkuat ketahanan pangan, hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur strategis, mendorong dunia usaha dan membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Said juga meminta pemerintah harus memiliki skala prioritas untuk menyelesaikan persoalan mendasar, seperti kemiskinan ekstrem, stunting, dan wasting.
Dia optimistis pemerintah memiliki target besar penurunan stunting lebih progresif meskipun belum memiliki effort yang seragam dari multi stakeholder strategis.
"Persoalan stunting bukan hanya tanggung jawab 1-2 kementerian/lembaga (K/L) saja. Oleh sebab itu, semua K/L harus siap bahu-membahu dalam menyelesaikan persoalan dalam satu irama," tutur Said.
Selain itu, Said berharap alokasi anggaran pendidikan 20 persen bisa dioptimalkan memperbaiki kualitas pendidikan nasional sehingga mampu menghasilkan SDM yang terampil, terdidik, penuh inovasi, dan etos kerja tinggi.
Menurutnya, lima tahun ke depan Indonesia bisa mengurangi angka pengangguran yang berasal dari sekolah menengah dan vokasi secara signifikan.
"Kita tidak mau lagi melihat generasi Z menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET)," ungkap Said.
Tak hanya itu, Said juga meminta sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) agar program bantuan sosial tepat sasaran dan efektif.