Sebut Kejahatan Ekonomi Terbesar, Hardjuno Ingatkan Kasus BLBI Tetap Harus Jadi Perhatian
Betapa tidak, biaya bunga utang negara mencapai 700 triliun rupiah setiap tahunnya, dan angka ini terus bertambah secara majemuk.
Penulis: Hasanudin Aco
Moratorium ini juga dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara terkait kasus BLBI.
Selain itu, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus ini juga dinilai sangat penting.
KPK telah menangani beberapa kasus terkait BLBI, termasuk menjerat Syafruddin A. Tumenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang dianggap menyalahgunakan wewenang dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, salah satu obligor BLBI.
Namun upaya penegakan hukum ini sering kali terhambat oleh berbagai faktor, termasuk lemahnya political will dan tindakan politik dari para pemimpin negara.
Untuk menyelesaikan skandal BLBI secara tuntas, pemerintah perlu menunjukkan komitmen yang lebih kuat dan mengambil langkah-langkah tegas.
Hal ini termasuk mengevaluasi kebijakan pemerintah sebelumnya yang cenderung menguntungkan para obligor BLBI, mengumumkan laporan kemajuan penagihan utang kepada publik, dan membawa para pelaku yang tidak kooperatif ke ranah hukum.
Menurut Hardjuno, masalah BLBI ini tidak hanya menyangkut aspek finansial, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem hukum.
Oleh karena itu, penanganan yang serius dan transparan sangat diperlukan untuk memastikan keadilan bagi rakyat Indonesia dan pemulihan ekonomi negara yang berkelanjutan.
“Skandal BLBI adalah kejahatan ekonomi terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sudah berlalu sekitar 26 tahun sejak tahun 1998, penyelesaian kasus ini masih jauh dari kata tuntas,” tegasnya.
Terpisah, Guru Besar Hukum dari Universitas Airlangga Surabaya, Suparto Wijoyo, mengatakan, korupsi BLBI dan pembayaran bunga obligasi rekap BLBI sudah menyakiti hati rakyat karena merampas hak hidup dan masa depan mereka dengan beban bunga yang begitu tinggi.
“Rakyat hanya tertegun menyaksikan aktor korupsi yang mayoritas berkedudukan terhormat, dan rata-rata mengenyam pendidikan tinggi. Rasa geram warga negara atas pencurian uang negara telah menimbulkan kekesalan,” kata Suparto.
Menurutnya, korupsi setiap segmennya, benar-benar mengancam daya tahan negara.
Publik harus terpanggil untuk membereskan korupsi yang kian berani.
Para akademisi dan berbagai pihak yang berjiwa antikorupsi dapat mengelola semangat rakyat untuk memperkuat KPK dan Kejaksaan Agung.
“Nalar sehat berkata agar kejahatan korupsi tidak diproteksi, kasus korupsi seperti BLBI jangan sampai diternak tanpa ditindak,” pungkasnya.