Sejarah Kebo Bule pada Kirab Pusaka 1 Suro di Solo dan Maknanya
Kirab Pusaka 1 Suro dilakukan untuk memperingati tahun baru Islam yang jatuh pada 1 Muharram.
Penulis: Widya Lisfianti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Sri Susuhunan Pakubuwana X adalah susuhunan Kesunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1893-1939.
Karena Kebo Bule selalu membersamai saat tradisi ini dilakukan, kebo ini kemudian identik dengan sebutan Kebo Bule Kyai Slamet karena ikut berjalan beriringan di belakang tombak Kyai Slamet.
Pemberian kerbau ini dimaksudkan sebagai pengawal dari tombak Kyai Slamet tadi.
Kebo bule juga memiliki makna tersendiri, yaitu sebagai lambang rakyat kecil utamanya kaum petani dan simbol penolak bala karena kerbau dipercaya memiliki kepekaan dalam mengusir roh jahat dan atau mampu menghilangkan niatan buruk.
Selain itu, meski kerbau identik dengan hewan bodoh justru inilah yang dijadikan sebagai pengingat, sebagai manusia yang berakal budi haruslah menjadi manusia yang pintar dan jangan sampai bertindak serta berpikir bodoh selayaknya kerbau.
Kebo Kyai Slamet pun berkembangbiak dan menghasilkan banyak keturunan.
Sekarang, keberadaan kebo bule dijaga dan dirawat dengan baik dalam kandang yang diletakkan di Alun-alun Kidul.
Hingga kini, saat keraton mengadakan kirab pada malam 1 Sura, kebo-kebo bule tersebut masih digunakan sebagai cucuk lampah.
Ritual berlangsung tengah malam dan tepat pukul 00.00 WIB, kebo Kyai Slamet akan dikeluarkan dari kandangnya.
Tetapi, ini juga melihat kondisi dari kebo Kyai Slamet.
Karena, terkadang kebo baru keluar dari kandang selepas pukul 01.00 WIB.
Dalam acara ini, sangat tergantung pada kebo Kyai Slamet.
Karena, kirab pusaka belum bisa dilakukan jika kebo belum keluar dari kandangnya.
(Tribunnews.com, Widya)