Diperkirakan 3 Juta Anak Putus Sekolah Imbas Tak Lolos PPDB, Tak Mampu Bayar di Sekolah Swasta
Sekitar 3 juta anak diperkirakan tidak dapat melanjutkan sekolah karena tidak diterima pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024 ini
Editor: Yulis
Dimana lanjut Indraza persoalan itu pihaknya temukan di wilayah Palembang, Sumatera Selatan.
"Dikarenakan apa, karena banyak yang menggunakan dokumen aspal asli tapi palsu dimana sertifikat-sertifikat itu dikeluarkan baik dari dinas maupun induk olahraga. Yang memang sengaja dibuat padahal tidak pernah ada prestasinya tidak pernah ada perlombaanya," ucapnya.
Imbas temuan tersebut dijelaskan Indraza bahwa setidaknya terdapat 911 siswa yang harus dianulir buntut persoalan jalur prestasi pada PPDB di tingkat SMA. Kemudian selain persoalan tersebut, Ombudsman juga menemukan adanya unsur diskriminasi yang dilakukan pihak sekolah terhadap peserta PPDB. Dalam kasus tersebut terdapat praktik yang memasukan nilai tahfidz sebagai syarat masuk pada Sekolah Menengah
Atas (SMA) umum.
"Itu menjadi diskriminasi karena belum tentu semua siswa itu adalah muslim," kata Indraza.
Manipulasi
Kemudian ucap Indraza terdapat juga persoalan mengenai manipulasi dokumen dalam penggunaan jalur zonasi di PPDB. Adapun temuan itu pihaknya dapati di wilayah Yogyakarta dimana terdapat beberapa peserta didik menggunakan kartu keluarga (KK) palsu demi bisa masuk ke sekolah pilihan.
"Ini masih sama seperti tahun lalu ternyata masih banyak yang menitipkan KK dengan status family lain lalu juga adalah pemalsuan dugaannya adalah pemalsuan KK," pungkasnya.
Komisioner KPAI Klaster Pendidikan Aris Adi Leksono mengatakan Pemerintah harus menjamin pemenuhan hak anak dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dirinya mengusulkan agar Pemerintah mengikutsertakan sekolah swasta dalam pelaksanaan PPDB bersama.
Langkah ini, menurut Aris, untuk menjawab permasalahan daya tampung sekolah pada setiap pelaksanaan PPDB.
"Salah satu penyelesaian kekurangan daya tampung peserta didik pada daerah tertentu adalah pemberdayaan swasta dengan skema PPDB bersama,"ujar Aris.
"Biaya pendidikan dalam skema PPDB bersama harus ditanggung pemerintah daerah sesuai standar minimal pelayanan pendidikan yang berlaku,"tambah Aris.
Aris mengatakan Pemerintah Daerah perlu secepat mungkin memetakan potensi anak yang akan mengakses jenjang pendidikan tertentu. Sehingga akan terbaca kemampuan daya tampung peserta didik setiap daerah.
"Pemetaan ini penting untuk memastikan semua anak mendapatkan hak pendidikan sesuai pada fase tumbuh kembangnya," kata Aris.
Melalui pemetaan ini, kata Aris, anak bisa mengetahui sekolah jenjang lanjutan yang cocok dengannya.
"Pada akhirnya PPDB dengan sistem pemenuhan hak akan memastikan sebelum waktunya anak naik jenjang sekolah, orang tua atau wali sudah mendapatkan pemberitahuan dari pemda atau satuan pendidikan bahwa si anak akan diterima di sekolah terdekatnya, sekolah negeri A, B, C, atau sekolah swasta dengan skema PPDB bersama D, F, dan seterusnya,"jelas Aris.
Skema ini, menurut Aris, dapat mencegah kecurangan yang dilakukan dalam proses PPDB. (Tribun
Network/fah/kps/wly)