Pengusaha Mengeluh soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Jokowi: Hargai Perempuan
Menurut Jokowi, bagaimanapun perempuan harus dihargai. Dengan adanya cuti yang cukup diharapkan bayi dapat lahir dengan sehat.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap adanya aturan baru cuti melahirkan maksimal 6 bulan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tidak membuat adanya diskriminasi terhadap perekrutan pekerja perempuan.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi usai melepas bantuan ke Afganistan dan Papua Nugini di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (8/7/2024).
"Kita harapkan tidak seperti itu. Kita harapkan karena apapun hargai perempuan, ibu ibu mengandung," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, bagaimanapun perempuan harus dihargai. Dengan adanya cuti yang cukup diharapkan bayi dapat lahir dengan sehat.
"Jadi, kalau diberikan cuti seperti itu saya kira untuk mempersiapkan kelahiran, dan merawat bayinya saya kira sangat manusiawi," katanya.
Baca juga: Ibu Pekerja Boleh Cuti Melahirkan hingga 6 Bulan, Berikut Simuasi Besaran Gaji dan Hak yang Diterima
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA) menjadi undang-undang (UU), Selasa (4/6/2024).
Di dalam UU ini ibu pekerja berhak memperoleh cuti melahirkan paling singkat 3 bulan.
Namun, dalam kondisi khusus, ibu pekerja berhak mengambil cuti paling lama 6 bulan
Pada aturan serupa, seorang suami atau keluarga wajib mendampingi istri yang melahirkan.
Selama mendampingi istri yang melahirkan, seorang suami berhak mendapat cuti selama 2 hari dan 3 hari berikutnya sesuai kesepakatan.
Apindo menilai ketentuan baru yang diatur dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak FHKP ini berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha.
Oleh karena itu, dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta kebijakan mengenai cuti hamil/ melahirkan yang sudah disepakati di dalam PP/ PKB diperusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum di ubah.