Terima Persatuan Guru Besar Indonesia, Ketua MPR Dorong Peningkatan Jumlah Profesor di Indonesia
Bamsoet mengatakan Pergubi juga menyampaikan banyak aspirasi lain seputar permasalahan di dunia pendidikan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menerima dukungan dari Persatuan Profesor/Guru Besar Indonesia (Pergubi) agar bisa segera menyelesaikan proses menjadi guru besar sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Bamsoet mengatakan Pergubi juga menyampaikan banyak aspirasi lain seputar permasalahan di dunia pendidikan.
"Salah satunya terkait kewajiban dosen bahkan juga mahasiswa S2 dan S3 mempublikasikan artikel dalam jurnal terindeks Scopus. Hal ini justru mendatangkan moral hazard baru dengan lahirnya para 'calo jurnal'," kata Bamsoet melalui keterangan tertulis, Senin (8/7/2024).
"Di sisi lain, dengan mengistimewakan Scopus, justru membuat pertumbuhan jurnal dalam negeri menjadi terhambat, karena semuanya mengejar Scopus," tambah Bamsoet.
Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah profesor atau guru besar di Indonesia masih rendah.
Pada tahun 2023 saja, dari sekitar 311.63 dosen aktif di Indonesia, hanya sekitar 2,61 persen yang bergelar Profesor/Guru Besar. Sementara di berbagai negara lain, rata-rata jumlah profesornya mencapai 20 sampai 30 persen.
Menurut Pergubi, kurangnya jumlah profesor, salah satunya disebabkan peraturan yang sering berubah-ubah, sehingga membuat para dosen bingung dan cenderung tidak adanya kepastian hukum.
Selain itu, para dosen juga malah disibukan dengan banyaknya beban administrasi yang harus dikerjakan, yang akhirnya menyebabkan konsentrasi dosen dalam peningkatan ilmu serta proses belajar mengajar menjadi terganggu.
Sementara Pengurus Pergubi yang hadir antara lain Penasehat Prof. Bomer Pasaribu, Ketua Umum Prof. Gimbal Dolok Saribu, Sekjen Prof. Arief, Prof. Tumanggor, Prof. Parlagutan Silitonga, Prof. Aji Suratman dan Prof. Juanda.
Dirinya menjelaskan, tidak ada salahnya Indonesia mencontoh Australia National University (ANU).
Produk penelitian sivitas akademika ANU wajib disubmit ke 5 jurnal yang diterbitkan oleh ANU sendiri.
Sehingga menumbuhkembangkan jurnal internal ANU untuk terus berkembang menjadi besar.
Mengingat penelitian mahasiswa dan dosennya dari berbagai disiplin ilmu, justru dipublikasikan oleh jurnal dari kampus mereka sendiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.