Terima Persatuan Guru Besar Indonesia, Ketua MPR Dorong Peningkatan Jumlah Profesor di Indonesia
Bamsoet mengatakan Pergubi juga menyampaikan banyak aspirasi lain seputar permasalahan di dunia pendidikan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
"Daripada sibuk mengejar jurnal terindeks Scopus, lebih baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong agar kampus bisa memiliki jurnal sendiri. Sehingga kita bisa berdaulat dalam dunia pendidikan, tidak hanya sibuk mengejar Scopus dengan label internasional yang kapabilitas dan kapasitasnya juga bisa jadi tidak kalah hebat dengan jurnal dari dalam negeri," jelas Bamsoet.
Dirinya mengatakan dalam UU No.12/2012 tentang Perguruan Tinggi, maupun UU No.11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, tidak secara spesifik mengatur publikasi artikel jurnal harus terindeks Scopus.
Pasal 46 ayat 2 UU No.12/2012 justru menegaskan bahwa hasil penelitian dimuat dalam jurnal ilmiah yang terakreditasi dan atau buku yang telah diterbitkan oleh perguruan tinggi atau penerbit lainnya dan memiliki International Standard Book Number (ISBN).
Masalah Scopus ini menjadi bahasan serius dalam lima tahun terakhir di Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Scopus bukan satu-satunya pengindeks publikasi internasional bereputasi di dunia, masih banyak lainnya.
"Terlebih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memiliki platform ilmiah daring Science and Technology Index (SINTA), yang menyajikan daftar jurnal nasional yang telah terakreditasi. Seharusnya, SINTA inilah yang harus dimaksimalkan untuk menumbuhkan jurnal dalam negeri untuk mempublikasikan artikel para dosen dan mahasiswa," pungkas Bamsoet.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.