Ini Kata Guru Besar IPB Soal Kerugian Lingkungan di Kasus Tata Niaga Timah
Menurutnya nilai kerugian lingkungan tidak bisa dihitung oleh seorang ahli tanpa melibatkan penghitungan versi masyarakat di wilayah tersebut.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ekonomi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Sudarsono Soedomo meragukan perhitungan nilai kerugian lingkungan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah.
Menurutnya nilai kerugian lingkungan tidak bisa dihitung oleh seorang ahli tanpa melibatkan penghitungan versi masyarakat di wilayah tersebut.
"Jadi nilai itu bukan menurut ahli loh, itu menurut versi masyarakat juga. Demand itu adalah demand itu mewakili masyarakat. Jadi, ya yang realistis. Mungkin masyarakat salah, bisa jadi. Tetapi, kalau sampai sekian triliun itu ya kita harus sangat meragukan itu," kata Sudarsono dalam diskusi Jakarta Justice Forum bertajuk ‘Gugatan Akademisi Atas Kerugian Negara dalam Kasus Timah’ dikutip Selasa (17/12/2024).
Adapun dalam kasus timah, jaksa penuntut umum mengungkap berdasarkan hasil hitungan ahli lingkungan hidup, kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dari penambangan timah mencapai Rp271 triliun.
Sudarsono meyakini hasil perhitungan kerugian negara yang mencakup luas ribuan hektare tidak tepat.
"Bahkan ketika ditanya apakah saya meragukan itu, saya katakan tidak. Saya tidak meragukan, saya yakin sekali bahwa itu salah," katanya.
Lebih lanjut dirinya kemudian menjelaskan bagaimana negara dalam hal ini pemerintah, bisa menerbitkan izin pertambangan.
Ia menerangkan, setiap izin yang dikeluarkan oleh pemerintah dipastikan sudah melalui rangkaian kajian. Mulai dari analisis keuntungan hingga dampak kegiatan pertambangan pada area tersebut terhadap lingkungan. Jika kajian itu sudah diperhitungkan dan negara menilai dapat dilaksanakan, maka izin akan diberikan.
"Ketika negara itu akan memberikan izin, dia lakukan benefit cost analysis. Termasuk di dalam cost adalah environmental damage. Ketika itu sudah diperhitungkan dan menurut negara itu visible untuk dilaksanakan, maka go izin diberikan," katanya.
Selain itu, menurutnya negara juga sudah mempertimbangkan kerusakan lingkungan dari kegiatan pertambangan perihal penggalian tanah untuk pengambilan sumber daya yang ada di bawahnya.
Sehingga ketika izin sudah diterbitkan dan pada saat berjalannya kegiatan terjadi kasus hukum, maka tanggung jawab tersebut tidak serta merta dilimpahkan kepada pihak penambang.
"Sehingga negara itu sudah mempertimbangkan kerusakan-kerusakan yang seperti itu. Jadi, nggak bisa itu kemudian dibebankan ketika terjadi kasus hukum, kemudian dibebankan kepada penambang. Ini aneh menurut saya," ujarnya.
Apalagi di sisi lain, setiap perusahaan yang melakukan proses penambangan sudah diberi tanggung jawab untuk mereklamasi kawasan galian sesuai rencana yang disepakati.
"Kemudian tanggung jawab penambang dalam wilayah izin adalah mereklamasi sesuai dengan rencana yang disepakati," ucap Sudarsono.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.