26 Ribu Kontainer Sempat Tertahan di Pelabuhan Diduga Terkait Impor Beras, Ini Kata Menperin
Sebanyak 26 ribu kontainer yang sempat tertahan di pelabuhan beberapa waktu lalu, menjadi sorotan Menperin.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 26 ribu kontainer yang sempat tertahan di pelabuhan beberapa waktu lalu, menjadi sorotan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sebagai informasi, kontainer-kontainer tersebut sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak selama 3 bulan.
Kondisi ini membuat pemerintah melakukan relaksasi impor dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Kebijakan Impor pada 17 Mei 2024 lalu.
Menperin Agus mengaku ingin mengetahui isi muatan kontainer untuk mengambil kebijakan yang tepat guna melindungi industri dalam negeri.
Hal itu disampaikan Agus seiring mencuatnya dokumen hasil Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri/Dalam laporan itu tercatat bahwa dokumen impor tidak proper dan komplit.
Hal ini menyebabkan biaya demurrage atau denda di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim sebesar Rp294,5 miliar.
“Sebagai pembina industri (saya) memiliki kepentingan mengetahui apa aja isi 26.000 kontainer tersebut. Kami punya kepentingan karena kami wajib menyiapkan kebijakan untuk melakukan mitigasi barang apa saja yang masuk dalam negeri," kata Agus, Rabu (10/7/2024).
Agus menjelaskan sudah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta data terkait isi muatan 26.000 kontainer tersebut. Namun, belum ada respons terkait hal itu.
“Sudah komunikasi (dengan Sri Mulyani), tapi belum ada respons," tutur dia.
Agus mengatakan, penerbitan Permendag 8/2024 membuat industri dalam negeri kebanjiran produk impor dengan harga murah.
Hal ini, kata dia, membuat pelaku usaha sulit bersaing dengan serbuan produk impor sehingga terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
"Kita lihat dampak dari Permendag 8 yang cukup dalam terjadi, banyak penutupan industri dan terjadi banyak PHK," tuturnya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memimpin rapat terbatas (ratas) yang membahas terkait Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Ia mengatakan, sudah mengusulkan beberapa kebijakan yang bisa diambil pemerintah.
Pertama, kebijakan impor dikembalikan ke Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023.
Kedua, menetapkan tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMPT) dan pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) untuk produk impor.
Ketiga, menerbitkan Permendag baru yang khusus mengatur kategori sandang, pangan, dan padat karya.
"Pak Presiden sangat terbuka dan memerintahkan kepada menperin dan mendag untuk segera membahas itu," ucap dia.
Dugaan Kasus Impor Beras, Demokrat dan PKS Dukung Pembentukan Pansus
Ramainya kasus dugaan skandal beras impor senilai Rp2,7 triliun sekaligus kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar disoroti Anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Andi Akmal Pasluddin.
Dirinya mengaku mendukung pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPR RI untuk mengungkap kasus tersebut.
“Sangat mendukung usulan (Pansus skandal mark up impor beras),” kata Andi Akmal Pasluddin, pada Selasa (9/7/2024).
Menurut dia, pembentukan Pansus, diperlukan untuk mengetahui kebenaran soal skandal mark up impor beras.
Jika mark up impor beras tersebut benar adanya, maka akan melukai hati para petani dan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, ia mengharapkan Pansus skandal mark up impor beras dapat secepatnya dibentuk.
“Karena apabila benar sangat melukai hati petani dan rakyat Indonesia,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat Suhardi Duka.
“Pansus setuju kalau memang kuat dugaan mark up harga pembelian (beras),” kata Suhardi Duka.
Dia menduga murahnya harga beras yang di impor ke Indonesia merupakan stok milik negara-negara produksi yang telah lama tersimpan di gudang.
“Beras impor itu murah karena stok negara-negara produksi yang ada di gudang mereka sehingga rasanya kurang enak karena beras stok 6 bulan ke atas,” tambahnya.
Dorong Pembentukan Pansus
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyoroti dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Dirinya pun menegaskan akan mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengungkap kasus tersebut.
"Nanti kami usulkan dan dorong. Bisa diungkap sejauh mana kebenarannya,” ungkap legislator dari PKB, pada Minggu (7/7/2024).
Menurut dia, pembentukan Pansus di DPR diperlukan untuk mengungkap terkait dugaan skandal impor beras yang menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Selain itu, kata dia, pembentukan Pansus skandal impor beras diperlukan untuk memperbaiki tata kelola pangan RI.
Daniel Johan menekankan, pembentukan Pansus juga sebagai komitmen dan langkah pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
“Sekaligus perbaiki tatakelola dan memastikan komitmen dan langkah pemerintah dalam wujudkan kedaulatan pangan dan keberpihakan kepada petani dan kemandirian pangan,” tambahnya.
Untuk diketahui, usulan Pansus skandal impor beras di DPR digaungkan Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas. Fernando mendorong pembentukan Pansus terkait dengan skandal mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Penjelasan Bulog
Perum Bulog sebelumnya telah buka suara soal isu tuduhan mark up impor 2,2 juta ton beras senilaiRp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar yang dialamatkan kepada mereka dan Badan Pangan Nasional.
Melalui keterangan resmi yang dikeluarkan Sekretaris Perusahaan Bulog Arwakhudin Widiarso, mereka menjelaskan isu demurage sebenarnya sudah pernah dijelaskan Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, pada 20 Juni 2024 lalu.
Dalam keterangan itu, ia mengatakan saat kondisi tertentu, demurrage adalah hal yang tidak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor.
Sementara itu mengutip pernyataan Bayu yang ia sampaikan melalui keterangan resmi itu, Bulog sejatinya sudah berupaya meminimumkan biaya demurrage.
Biaya itu juga sepenuhnya menjadi bagian perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor dan pengekspor.
"Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur, dan lain sebagainya. Dalam mitigasi resiko importasi, demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan eskpor impor. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari biaya yang masuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengeskpor," ucapnya.
Dilaporkan ke KPK
Sebelumnya, laporan tuduhan dugaan mark up impor ini dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR) pada hari Rabu (3/7/2024).
Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto meminta KPK dapat memeriksa Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kepala Bulog sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait permasalahan ini.
"Ada dugan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Bulog karea menurut kajian kami dan hasil investigasi ada dugaan mark up yang dilakukan oleh dua lembaga terkait impor beras," ujar Hari kemarin di Gedung KPK. Menurutnya, dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras tidak proper dalam menentukan harga. Hal itu menyebabkan terdapat selisih harga beras impor yang sangat signifikan.
Ia mengungkapkan data yang menunjukan bagaimana praktik mark up terjadi. Ia menduga ada perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100 ribu ton beras seharga US$ 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan US4 573 per ton dengan skema CIF.
Dari sejumlah data yang dikumpulkan menyimpulkan harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai US$ 371,60 juta.
Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata US$ 655 per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau mark up senilai US$ 82 per ton.
"Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar US$ 180,4 juta. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun," terang Hari.
Sumber: WARTA KOTA
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.