Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IPW Sebut Pengungkapan Kasus Vina dan Eky Sudah Rusak Sejak 'Lahir' 

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyoroti perkara tewasnya Vina dan Eky asal Cirebon yang memasuki babak baru.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in IPW Sebut Pengungkapan Kasus Vina dan Eky Sudah Rusak Sejak 'Lahir' 
TRIBUNNEWS
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2019-2024 Edwin Partogi Pasaribu memberikan penelusuran dan analisanya terkait kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon. Hal itu disampaikan Edwin Partogi Pasaribu saat sesi wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Rabu (10/7/2024) malam. 

Itu kesalahan prosedur. Tapi di dalam saya rasa ada proses audit ini ada kesalahan prosedur. Tapi tidak dibuka.

Nah, ini tentang uji transparansi ini oleh polisi. Jadi kesalahan prosedur berjalan sampai divonis berkekuatan tetap. Ini juga sedihnya sistem peradilan pidana kita.

Kalau saya jaksa, begitu saya terima berkah, itu berkah saya tolak. Tetapi bisa diterima kenapa? Karena namanya komunikasi, pendekatan. Pendekatan hukum dilakukan dengan cara pendekatan.

Mengintervensi, mempengaruhi entah dengan kebaikan jaksa menerima berkas perkara. Entah dengan pesan-pesan tertentu. Eh sambung lagi ke hakim.

Gawatnya begini loh. Saya baca ya satu putusan terhadap sakat tatal.

Ya kan? Pengacaranya bikin pembelaan. Eh pengacaranya ada kelalaian menulis. Nomor perkara sakat tatal dia salah tulis yang ditulis nomor surat kuasa.

Misalnya nomor perkara misalnya 50. Administrasi surat kuasa dia misalnya 25. Dia tulis 25.

Berita Rekomendasi

Apa yang dilakukan oleh hakim? Bahwa menimbang bahwa nomor perkara yang disebut oleh penasihat hukum adalah buka nomor perkara ini terjadi kesalahan sehingga semua pembelaan ini tidak dipertimbangkan. Nah ini praktek-praktek yang buruk dalam pennegakan hukum kita. Jaksa dan pengadilan bisa saling manu-manuan ya untuk kemudian melegitimasi proses yang salah.

Nah itu jadi dari awal salah pak. Kacau.

Pak Sugeng melihat mesti mengikuti putusan pra peradilan. Ini sekual yang lain ya. Jadi diluar itu tiba-tiba karena dalam putusan pengadilan ada 3 orang yang belum ditangkap. Ada si Pegi alias Perong, ada Dhani, ada Andika atau Dika. Kan gitu kan ya. Nah tapi kemudian oleh polisi 2 nama Andika sama Dhani dianggap fiktif. Tapi Perong, Pegi nya ada. Ini menurut Pak Sugeng ada putusan pengadilan?

Memang contradiktif ya. Jadi ada 2 nih. Ini kewenangan penyidik penuh di dalam hal saat ini. Kalau dia memutuskan yang 2 itu tidak ada, sebetulnya kewenangan dia.

Setelah membaca berkas. Tetapi kontradiktif. Kenapa? Kemudian juga yang 1 dinyatakan ada.

Nah ini udah kontradiktif ya. Jadi pada aspek kewenangan dia boleh. Tetapi kemudian pada aspek logis, pada aspek yang namanya rasional, nggak nyambung.

Jadi terjadi dia Pegi. Pegi ada. Tapi yang masyarakat teramai tuh.

Ini katanya orang-orang yang punya pengaruh kuat. Keluarga. Tapi saya nggak mau ngebahas itu ya.

Jadi menurut saya tadi seperti tadi ya. Pegi ada. Pegi ada dan bias soal posisi status itu punya pengaruh.

Jadi saya melihat ya. Orang-orang miskin. Orang-orang lemah. Orang-orang yang di golongan bawah. Itu selalu jadi korban.

Gitu loh ya. Orang-orang yang punya pengaruh kuat. Orang-orang yang punya uang besar. Punya kekuasaan. Selalu dapat privilege ya. Pegi ini cuman bapaknya buruh bangunan.

Nah dia kulih juga. Jadi mungkin sih dia ada seleksi. Ini lemah nih kalau kita ini tidak. Eh dia nggak tau. Publik ternyata mengawal. Dia dibela oleh publik.

Jadi dianggap diantara ini yang paling lemah. Iya. Tadi publik membela habis-habisan. Karena memang publik itu masyarakat itu punya jiwa yang namanya keadilan. Rasa keadilan masyarakat. Berpihak pada yang lemah.

Itu kecenderungan kita ya. Nah ini secara psikologis ini harus diperhitungkan oleh polisi. Apalagi sudah viral. Jadi Pegi yang diambil. Eh salah prosedur lagi. Waktu putusan diuji kan diputusan.

Jadi pengadilan itu mencari celah. Karena udah rame saya melihat. Hakim ini cukup berani dan punya keberpihakan. Kalau tidak didukung publik habis-habisan begini. Belum teruji dia.

Ini belum teruji dia sebetulnya. Kalau teruji itu dalam kondisi senyap. Tidak ada dukungan publik.

Dia berpihak pada orang miskin. Tapi dia kita anggap berani dan punya inilah. Kenapa? Kalau dia memutus yang buruk. Ya polisi kan tidak senang. Bisa saja kapan lu gue incer, Bisa saja.

Tapi dia memilihnya. Jadi menemukan lubang. Wah rupanya ada kesalahan prosedur.

Dua yang jadi pertimbangannya. Bahwa pegi sebelum ditangkap. Tidak diperiksa sebagai saksi. Bahkan 8tahun sebelumnya juga tidak diperiksa. Wah ini. Namanya sudah disebut. Jadi tidak diperiksa sebagai saksi. Yang kedua penetapan DPO itu. Harus sudah ada panggilan minimal dua kali secara sah. Dua kali dipanggil tidak hadir. Tanpa keterangan yang sah. Maka dia bisa ditetapkan DPO. Tidak diketahui keberadaannya.

Kalau diketahui keberadaannya. Namanya dibawa paksa. Kalau tidak diketahui masuk DPO. Tidak ada administrasinya. Ketemu oleh hakim. Jadi hakim memutus pada aspek formil namanya.

Materialnya hakim belum berani masuk. Walaupun disebutkan begini kan pertimbangannya. Walaupun ada dua alat bukti. Tetapi soal prosedur. Juga harus dipertimbangkan. Penetapan. Prosedur penetapan tersangka. Jadi dia main di prosedur. Tidak ada lubangnya.

Akhirnya disana. Pertanyaannya selanjutnya. Kan masih ada bukti-buktinya polisi nih. Walaupun kuat atau tidak kita tidak tahu ya. Bagaimana Pegi? Apakah dia masih bisa disidik? Pendapat saya. Polisi tetap menaruh dalam daftar suspek Prioritas. Karena dia cuma punya alat bukti. Itu terhadap Peggy yang ini.

Kalau dia mau mengulang dari nol. Wis mabur, alat bukti semua itu sudah menguap. Alat bukti menguap mas dengan lewatnya waktu. Seperti air. Yang pada satu. Mengendap di satu tempat. Kena panas matahari dia menguap. Menjadi butiran-butiran. Dan kemudian melakukan sublimasi lagi. Dari uap air menjadi air. Kemudian diwujudkan lagi. Wah itu luar biasa.

Luar biasa membutuhkan keahlian. Nah disini gak bisa melawan alam. (Tribun Network/ Yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas