3 Alasan Mengapa Larangan Prajurit Terlibat Bisnis Muncul Saat Pembahasan UU TNI 20 Tahun Lalu
Ia mengingatkan dalam pembahasan RUU TNI pada tahun 2004 lalu jelas tujuan negara adalah untuk membentuk TNI yang profesional.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan penghapusan larangan prajurit TNI terlibat bisnis yang diatur dalam pasal 39 angka 3 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI memicu reaksi dari publik hingga anggota DPR.
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) sekaligus pengamat militer Anton Aliabbas mengingatkan usulan itu adalah indikasi kemunduran dari reformasi TNI.
Hal tersebut, kata dia, karena ide tersebut sudah muncul 20 tahun lalu ketika pembahasan UU TNI.
Ia mengingatkan dalam pembahasan RUU TNI pada tahun 2004 lalu jelas tujuan negara adalah untuk membentuk TNI yang profesional.
Dengan demikian, kata dia, negara mengambil alih semua bisnis militer baik yang langsung maupun tidak langsung.
Dengan kata lain, kata dia, negara ingin menempatkan TNI sebagai alat pertahanan negara yang utama.
Baca juga: Tiga Alasan Muncul Larangan Prajurit Terlibat Bisnis Saat Pembahasan UU TNI
Untuk itu, kata dia, setidaknya ada tiga alasan yang menjadi dasar pelarangan dari TNI berbisnis sebagaimana yang diatur dalam UU TNI.
"Pertama, jelas core (inti) kompetensi dari TNI adalah menjaga kedaulatan melaksanakan tugas mempertahankan negara ini. Sementara ini tentu saja kalau ngomong cerita tentang berbisnis jauh dari itu," kata Anton ketika dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (16/7/2024).
Kedua, kata dia, untuk mencegah konflik kepentingan.
Bagaimanapun, kata dia, sekarang masih banyak anggapan adanya oknum-oknum TNI yang terlibat berbisnis, menjaga instansi bisnis, dan sebagainya.
"Ketiga, tentu saja negara tidak ingin menjadikan TNI itu adalah tentara niaga. Tentara yang tadinya cuma fokus untuk menjadi alat pertahanan negara kemudian juga memikirkan bisnis. Negara tidak menginginkan itu. Karena itulah kemudian klausa pelarangan bisnis menjadi penting," kata Anton.
Di sisi lain, menurutnya kontrol terhadap izin untuk membolehkan TNI terlibat bisnis juga berat.
Anton mengatakan bagaimana pun juga akan sulit membedakan kapan bisnis itu menjadi urusan pribadi dan kapan menjadi urusan institusi.