Sejarah Hari Kebaya Nasional pada Tanggal 24 Juli, Bentuk Pelestarian Budaya
Sejarah penetapan Hari Kebaya Nasional yang jatuh pada tanggal 24 Juli sebagai bentuk melestarikan budaya Indonesia.
Penulis: tribunsolo
Editor: Whiesa Daniswara
Akan tetapi, selendang tersebut kemudian dikreasikan dan dimodifikasi hingga menjadi busana yaitu kebaya.
“Awalnya dari hanya menggunakan kemben itu, diberilah selendang untuk menutupi pundak dan lengan. Lama-kelamaan, selendang ini menjelma menjadi sebuah busana yang kita kenal sekarang sebagai kebaya,” tuturnya.
Adanya campur tangan budaya Tionghoa dan Belanda
Sita menjelaskan bahwa kebaya terus digunakan oleh para perempuan dari abad ke abad.
Bentuknya pun turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurutnya, perkembangan kebaya juga tidak lepas kaitannya dengan budaya peranakan yang berkembang di Indonesia.
Mereka melihat para perempuan asli Indonesia, dulu disebutnya pribumi, menggunakan kebaya setiap harinya.
Hal ini membuat kebaya menjadi tren dan ingin juga diikuti oleh para perempuan keturunan Tionghoa.
Inilah yang melatarbelakangi munculnya Kebaya Encim yang populer hingga saat ini.
Baca juga: Koleksi Kebaya Legendaris Tien Soeharto Akan Ditampilkan pada Hari Kebaya Nasional
Sita menyebutkan bahwa kata ‘Encim’ sendiri berasal dari bahasa orang peranakan yang artinya Tante.
Dulunya para tante atau orang dewasalah yang mulai terpikat menggunakan kebaya dengan ciri khasnya sendiri.
Sita menyatakan bahwa perempuan Tionghoa menyukai warna-warna kain yang cerah dengan hiasan bordir yang ramai.
Oleh karenanya dua hal tersebut menjadi begitu identik dengan Kebaya Encim.
“Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya. Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini,” jelas Sita.
Bukan hanya perempuan Tionghoa, ternyata para noni keturunan Belanda juga tergugah untuk menggunakan kebaya.