Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah Hari Kebaya Nasional pada Tanggal 24 Juli, Bentuk Pelestarian Budaya

Sejarah penetapan Hari Kebaya Nasional yang jatuh pada tanggal 24 Juli sebagai bentuk melestarikan budaya Indonesia.

Penulis: tribunsolo
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Sejarah Hari Kebaya Nasional pada Tanggal 24 Juli, Bentuk Pelestarian Budaya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Peserta berjalan diatas catwalk saat acara Istana Berkebaya di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (6/8/2023). - Kebaya tetap eksis hingga kini dan pada tanggal 24 Juli ditetapkan sebagai Hari Kebaya Nasional. 

Akan tetapi, selendang tersebut kemudian dikreasikan dan dimodifikasi hingga menjadi busana yaitu kebaya.

“Awalnya dari hanya menggunakan kemben itu, diberilah selendang untuk menutupi pundak dan lengan. Lama-kelamaan, selendang ini menjelma menjadi sebuah busana yang kita kenal sekarang sebagai kebaya,” tuturnya.

Adanya campur tangan budaya Tionghoa dan Belanda

Sita menjelaskan bahwa kebaya terus digunakan oleh para perempuan dari abad ke abad.

Bentuknya pun turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Menurutnya, perkembangan kebaya juga tidak lepas kaitannya dengan budaya peranakan yang berkembang di Indonesia.

Mereka melihat para perempuan asli Indonesia, dulu disebutnya pribumi, menggunakan kebaya setiap harinya.

Hal ini membuat kebaya menjadi tren dan ingin juga diikuti oleh para perempuan keturunan Tionghoa.

Berita Rekomendasi

Inilah yang melatarbelakangi munculnya Kebaya Encim yang populer hingga saat ini.

Baca juga: Koleksi Kebaya Legendaris Tien Soeharto Akan Ditampilkan pada Hari Kebaya Nasional 

Sita menyebutkan bahwa kata ‘Encim’ sendiri berasal dari bahasa orang peranakan yang artinya Tante.

Dulunya para tante atau orang dewasalah yang mulai terpikat menggunakan kebaya dengan ciri khasnya sendiri.

Sita menyatakan bahwa perempuan Tionghoa menyukai warna-warna kain yang cerah dengan hiasan bordir yang ramai.

Oleh karenanya dua hal tersebut menjadi begitu identik dengan Kebaya Encim.

“Mereka sukanya warna-warna yang cerah dengan bordir. Jadi, pengaruh Tionghoa, dan dulu disebutnya pribumi ya. Nah, kekhasannya adalah ramai bordir-bordir warna-warni seperti ini,” jelas Sita.

Bukan hanya perempuan Tionghoa, ternyata para noni keturunan Belanda juga tergugah untuk menggunakan kebaya.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas