Badan Pengawas MA Bakal Periksa soal Vonis Bebas Ronald Tannur Jika Sudah Ada Aduan
Jika nantinya sudah ada aduan yang masuk, Bawas MA akan menelaah terlebih dahulu ada atau tidaknya indikasi pelanggaran kode etik.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) menyebut belum menerima aduan terkait putusan atau vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap terdakwa Ronald Tannur.
Terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31) merupakan anak anggota DPR RI yang divonis bebas dalam perkara penganiayaan hingga menewaskan pacarnya, Dini Sera Afriyanti (29).
"Bawas sampai sejauh ini belum ada pengaduan terkait putusan dimaksud," kata Kepala Bawas MA Sugiyanto, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (26/7/2024).
Sugiyanto mengatakan, jika nantinya sudah ada aduan yang masuk, pihaknya akan menelaah terlebih dahulu ada atau tidaknya indikasi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) yang dilakukan majelis hakim PN Surabaya.
Baca juga: Sosok Putu Arya Wibisana, Jaksa yang Tak Terima Ronald Tannur Bebas, Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung
Ia memastikan, jika ditemukan pelanggaran KEPPH, maka Bawas MA akan menurunkan tim pemeriksa untuk mendalami proses penjatuhan vonis yang dilakukan majelis hakim.
"Apabila memang ada indikasi pelanggaran KEPPH, tentu Bawas akan menurunkan tim pemeriksa," jelasnya.
Sebaliknya apabila dari hasil penelaahan tidak ada indikasi pelanggaran KEPPH dan murni terkait teknis yudisial atau substansi putusan, maka Bawas MA tidak bisa masuk melakukan pemeriksaan.
"Karena hal tersebut bukan merupakan wilayah etik, namun lebih kepada ranah upaya hukum," tuturnya.
KY akan Gunakan Hak Inisiatif
Sebelumnya, Anggota sekaligus Juru Bicara Komisi Yudisal (KY), Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan pihaknya dapat memahami timbulnya pertanyaan publik terkait putusan tersebut.
Meski tidak ada laporan yang masuk terkait putusan kontroversial tersebut, Mukti mengatakan, KY akan menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan kasus tersebut.
"KY memahami apabila akhirnya timbul gejolak karena dinilai mencederai keadilan. Namun karena tidak ada laporan ke KY, sedangkan putusan ini menimbulkan perhatian publik, maka KY menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut," kata Mukti, dalam keterangannya, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: Babak Baru Vonis Bebas Ronald Tannur: Hakim Dilaporkan ke KY & MA, DPR Gelar RDPU
Ia melanjutkan, walaupun Komisi Yudisial tidak bisa menilai suatu putusan, tetapi sangat memungkinkan bagi KY untuk menurunkan tim investigasi, serta mendalami putusan tersebut guna melihat apakah ada dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Lebih lanjut, Mukti mendorong masyarakat untuk aktif melapor kepada KY, jika menemukan hal-hal yang diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).
"KY juga mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika ada bukti-bukti pendukung agar kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku," ucap Mukti.
Vonis Bebas
Sebagaimana diketahui, putusan hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, yaitu menjatuhi vonis bebas kepada anak dari anggota DPR dari PKB, Edwar Tannur.
Dikutip dari Tribun Jatim, hakim menganggap seluruh dakwaan jaksa gugur lantaran selama persidangan tidak ditemukan bukti yang meyakinkan.
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata hakim pada Rabu (24/7/2024).
Sebelum divonis bebas, sebenarnya jaksa menuntut agar Ronald dihukum 12 tahun penjara atas pembunuhan terhadap Dini.
Hal tersebut berdasarkan dakwaan jaksa yakni menjerat terdakwa dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat 1.
Baca juga: Dorong Komisi Yudisial Bergerak, Sekjen PAN Sebut Vonis Bebas Ronald Tannur Mengusik Rasa Keadilan
Dalam vonisnya, hakim menganggap Ronald masih melakukan upaya pertolongan terhadap Dini di masa-masa kritis.
Hal itu berdasarkan tindakan terdakwa yang masih membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan.
Selain itu, hakim juga menganggap tewasnya Dini bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, tetapi karena dampak dari korban yang mengonsumsi minuman keras (miras) saat berkaraoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.
Miras itu, kata hakim, mengakibatkan munculnya penyakit tertentu sehingga korban tewas.
"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata Erintuah.
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal ketika Ronald dan Dini berkaraoke di Blackhole KTW di kawasan Jalan Mayjen Yono Suwoyo Pradah Kali Kendal, Dukuh Pakis, Surabaya pada 3 Oktober 2023 lalu.
Pada saat itu, Ronald sempat memukul kepala korban sebanyak dua kali menggunakan botol minuman keras.
Selain itu, dia juga sempat menganiaya Dini di parkiran di kawasan tempat mereka berkaraoke.
Tak sampai disitu, Ronald juga sempat menyeret tubuh korban dan melindasnya dengan mobil.
Bukannya membawanya ke rumah sakit, tubuh Dini yang juga kekasihnya itu justru dibawa Ronald ke apartemen di kawasan Surabaya Barat.
Melihat kondisi korban yang sudah lemas saat dipindah ke kursi roda, Ronald sempat memberikan napas buatan.
Namun, tubuh korban tidak memberikan respons.
Ronald akhirnya membawa korban ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.
Nahas, korban dinyatakan meninggal dunia pada 4 Oktober 2023 sekira pukul 02.30 WIB.
Jasad korban kemudian diautopsi tim dokter forensik RS dr Soetomo Surabaya untuk mengetahui penyebab kematiannya.