Romo Benny Dorong Pemerintah Minta Maaf ke Korban Tragedi Kudatuli
Benny juga mendorong perlunya proses rekonsiliasi dengan melibatkan semua pihak yang terlibat, termasuk korban, pelaku, dan masyarakat luas.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Bobby Wiratama
Menurutnya, peristiwa 27 Juli 1996 tidak hanya mengungkapkan kekejaman pemerintah Orde Baru, tetapi juga menunjukkan betapa rapuhnya demokrasi dan penegakan hukum ketika itu.
Benny menyebut banyak korban peristiwa tersebut hingga kini masih menuntut keadilan dan pengakuan atas penderitaan yang mereka alami.
"Menolak lupa terhadap peristiwa 27 Juli 1996 adalah penting karena banyak korban dari peristiwa ini masih hidup dengan trauma dan kehilangan," tegasnya.
Dia menjelaskan, menolak lupa penting dilakukan untuk memastikan pelaku kekerasan dihukum. Di samping itu, kata dia, membantu generasi muda untuk memahami sejarah kelam Indonesia agar mereka bisa belajar dari masa lalu dan tidak mengulanginya.
"Menolak lupa terhadap peristiwa ini juga berarti mengakui dan memahami pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, yang membantu memperkuat komitmen kita terhadap demokrasi dan penegakan hukum yang adil," ungkap Benny.
Benny menjelaskan kesadaran sejarah harus ditanamkan sejak dini bagi generasi muda, termasuk tentang nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan sejarah bangsa, termasuk peristiwa Kudatuli.
"Dengan demikian, mereka akan tumbuh menjadi warga negara yang kritis, sadar akan hak-haknya, dan berkomitmen untuk menjaga keadilan dan kemanusiaan. Rekonsiliasi dan pengakuan adalah langkah penting lainnya," tuturnya.
Dia juga mendorong peran media untuk menjaga ingatan kolektif masyarakat tentang peristiwa 27 Juli 1996.
"Media harus terus mengangkat isu-isu terkait pelanggaran hak asasi manusia dan ketidakadilan, serta memberikan ruang bagi suara-suara korban," imbuh Benny.
Adapun, tragedi Kudatuli adalah peristiwa penyerangan kantor DPP PDI yang diisi massa pendukung PDI kubu Megawati Soekarnoputri. Penyerangan itu dilakukan massa pendukung PDI kubu Soerjadi bersama sejumlah orang yang diduga aparat.
Upaya penyerangan itu disebut didukung pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan kepemimpinan Megawati.
Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat, dan Jakarta Pusat.
Dari hasil penyidikan Komnas HAM, sebanyak lima orang massa pendukung Megawati tewas, 149 orang terluka, dan 23 orang hilang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.