Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

5 Kritik Terbaru Megawati ke Pemerintahan Jokowi: Soal Hukum, Izin Tambang hingga Kapolri

Megawati Soekarnoputri kembali melancarkan kritik tajam terhadap pemerintahan Jokowi mulai dari soal hukum hingga revisi UU TNI.

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in 5 Kritik Terbaru Megawati ke Pemerintahan Jokowi: Soal Hukum, Izin Tambang hingga Kapolri
Foto Tangkapan Layar
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi pembicara pada hari kedua Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Perindo 2024 di iNews Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024). /Sumber: Youtube INews 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Dulu hubungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Jokowi tampak harmonis.

Namun kini dua kader PDIP itu tak pernah tampak lagi berada dalam suatu event sejak Pilpres 2024.

Bahkan para elite PDIP kerap mengkritik terbuka Jokowi.

Padahal PDIP merupakan partai politik 'koalisi pemerintahan' Jokowi.

Terbaru Megawati kembali melontarkan kritik terbuka kepada pemerintahan Jokowi.

Kritik itu disampaikan Megawati ketika menjadi pembicara pada hari kedua Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Perindo 2024 di iNews Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Berikut dirangkum Tribunnews.com sejumlah kritik yang dilancarkan Megawati ke pemerintahan Jokowi hari ini:

Hukum Diobrak-abrik Kekuasaan

Berita Rekomendasi

Megawati  mengatakan saat ini hukum diobrak-abrik kekuasaan.

Awalnya, Megawati mengatakan dirinya tak takut ketika Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Megawati mengaku geram terhadap Rossa Purbo Bekti, penyidik KPK yang melakukan penggeledahan dalam kasus yang menyeret Hasto.

"Sama Rossa saya ngomong, kamu siapa Rossa? Jangan hanya karena kamu KPK lho. Ya, saya enggak takut, gile," kata Megawati di lokasi.

Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini mengaku sering diajarkan melakukan perikemanusiaan dan keadilan oleh para sesepuhnya.

Megawati kesal lantaran saat ini orang takut untuk menyuarakan tentang kondisi hukum di Indonesia.

"Sekarang ke mana itu? Ke mana itu? Mengapa kalian tidak berani untuk mengatakan kebenaran bahwa hukum sekarang itu diobrak-abrik oleh kekuasaan," ucapnya.

Protes Slogan Indonesia Maju

Megawati mengaku pernah protes ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai slogan Indonesia Maju.

Megawati menyebut bahwa Indonesia Raya adalah harapan para pendiri bangsa Indonesia.

"Saya bilang pada Pak Jokowi kenapa sih mesti Indonesia Maju. Mbok ya sudah Indonesia Raya itu yang diharapkan diinginkan oleh para pendiri kita," kata Megawati.

Megawati bercerita ketika ayahnya, Soekarno atau Bung Karno, selalu mengingatkan perjuangan mereka sebagai jembatan emas menuju Indonesia Merdeka.

Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini memahami bahwa jembatan emas yang ingin dimaksud adalah Indonesia Raya.

“Dan apa yang dikatakan Bung Karno itu sebetulnya memang ada benarnya kalau kita melihat Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Majapahit,” ujar Megawati.

Kritik Izin Tambang

Megawati mengkritisi pembagian izin usaha pertambangan (IUP) khusus dari pemerintah ke sejumlah ormas agama.

Megawati mengatakan masalah kebutuhan masyarakat harusnya menjadi perhatian.

"Orang urusan tambang aja sekarang pada heboh. Woh mau nyari tambang, mau nyari tambang saya tuh sampai bilang sama teman-teman, makan o (tuh) tambang iku (itu), nanti kalau sudah enggak ada beras terus piye (gimana)," kata Megawati.

Dia menjelaskan saat ini negara-negara yang sering mengekspor dan impor juga sudah mulai ketar-ketir.

"Jadi, mereka kemungkinan mungkin tahan karena buat negara mereka. Nah, kita terus mencarinya ke mana," ujar Megawati.

Megawati menuturkan, PDIP sudah empat tahun terkahir menginstruksikan seluruh kader untuk menanam.

Karenanya, dia meminta kader Perindo untuk menanam juga berbagai jenis tanaman sebagai makanan pendamping beras.

Geram Hasto Dipanggil Penegak Hukum

Megawat geram atas dipanggilnya Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto oleh aparat penegak hukum belakangan ini.

Megawati  akan mendatangi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo jika Hasto ditangkap.

Megawati mengaku sudah meminta Hasto agar tak takut jika dipanggil aparat penegak hukum.

"Sudah enggak usah takut, kalau kamu (Hasto) diambil, aku pergi ke Kapolri," kata Megawati di lokasi.

Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini mengaku ingin mendengar langsung pernyataan Kapolri.

"Coba pingin apa ngomong si Kapolri itu. Lho iya lah. Enak saja," ujar Megawati.

Megawati mengaku sangat heran lantaran kader PDIP kerap dipanggil aparat penegak hukum.

"Coba pikir, coba kalau bisa. Tapi mau ngambil saya pada enggak berani. Jadi yang seserannya di sekeliling saya gitu lho," ungkapnya.

Belakangan Hasto memang beberapa kali dipanggil aparat penegak hukum, yakni Polda Metro Jaya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terakhir, Hasto dipanggil KPK untuk dimintai keterangan atas kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.

KPK juga memanggil Hasto untuk dimintai keterangan dalam kasus suap proyek jalur kereta Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).

Tak Setuju Revisi UU TNI

Megawati tak setuju wacana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang tentang Perubahan Ke-3 atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Megawati menduga bahwa pengguliran revisi dua aturan tersebut sebagai upaya untuk menyeratakan dua institusi, yakni TNI dan Polri.

Megawati pun tak setuju apabila kedudukan TNI dan Polri ke depan disetarakan.

"Sampai saya bilang gini, kalau disetarakan artinya kalau AURI-nya (TNI AU) punya pesawat, berarti polisinya juga mesti punya pesawat dong," ujar Megawati.

"Kalau begitu pikiran saya, ada yang bilang 'oh endak begitu, Bu. Ini persoalan umur'. Ya persoalan umur ya sudah saja endak perlu disetarakan-setarakan, gitu, apa tho maunya?" sambung dia.

Megawati pun menyinggung pihak-pihak yang mendorong revisi UU TNI dan Polri agar melihat kembali Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.

Ia lantas heran mengapa TNI dan Polri ingin disetarakan, padahal sudah ada TAP MPR Nomor VI/MPR/2000.

"Mbok sudah enggak usah deh di-ini, ini, dulu," tegas dia.

Adapun DPR sudah menerima Surat Presiden (Surpres) terkait revisi UU TNI dan revisi UU Polri pada 8 Juli 2024.

Saat ini pembahasan kedua beleid itu berada di DPR.

Penulis: Fersianus/Has

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas