Pengamat Anggap Rencana Penerapan BMAD Tak Efektif Lindungi Industri Dalam Negeri
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Agus Pambagio menyoroti rencana penerapan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Agus Pambagio menyoroti rencana penerapan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen untuk keramik impor dari Cina.
Menurutnya, penerapan BMAD juga dianggap tidak akan efektif melindungi industri dalam negeri.
"Setelah itu industri keramik jika tidak diperhatikan secara serius akan tetap menderita. Jadi kan percuma buat industri," kata dia kepada wartawan Selasa (30/7/2024).
Rencana tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) direkomendasikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sebesar 200 persen untuk keramik impor dari Cina.
Agus menilai, lesunya industri dalam negeri terutama keramik bukan disebabkan dumping produk impor, tetapi ditengarai oleh gagalnya pemerintah mengelola industri tanah air.
"Bukan cuma keramik doang semua, ya BMAD itu kan diberlakukan ketika terbukti dumping. Kalau dikenakan dumping misalnya keramik China, kan harus dibuktikan dulu terjadi dumping atau tidak,” ucapnya.
Agus memaparkan yang dibutuhkan saat ini adalah business plan atau rencana bisnis ke depan bagi industri dalam negeri itu harus jelas arah dan tujuannya mau ke mana.
Jika dibiarkan terus-menerus seperti ini lama-kelamaan industri tanah air akan bertumbangan satu-persatu karena tidak mampu bersaing.
“Nah yang betul itu industri sekarang kita tidak punya business plan untuk perindustrian, tidak ada, suka-suka saja akhirnya pada mati karena pembina kementerian perindustrian tidak care terhadap hal-hal industri di sini, dibiarkan jadi semua orang dibiarkan dagang ya hancurlah industri,” ujarnya.
Lebih lanjut Agus menyampaikan tugas Kemenperin harus memberikan pembinaan termasuk mengatur supaya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bisa diterapkan sesuai aturan yang berlaku.
“Contoh industri keramik, industri tekstil, industri baja dan sebagainya tidak ada itu, jadi kementerian perindustrian sebagai induk dari industri dalam negeri dia harus membina harus mengatur soal TKDN bagaimana supaya bea masuk supaya tidak dituntut oleh WTO,” kata dia.
Agus juga mengingatkan supaya pemerintah berhati-hati dalam penerapan BMAD karena rawan digugat ke organisasi perdagangan internasional (WTO) serta China bisa melakukan balasan dengan retaliasi terhadap produk-produk dari Indonesia.
KADI, Kementerian Perindustrian serta Kementerian Perdagangan, kata Agus, harus memberikan bukti yang kuat bahwa memang terjadi praktik dumping sebagaimana hasil penyelidikannya yang mana tidak pernah dibuka secara transparan kepada publik.
Dia mengingatkan jangan sampai BMAD ini menambah masalah baru bagi Indonesia.
“Nanti kalau dia kasih 200 persen, China akan lapor WTO kita nanti bermasalah dengan WTO. Jadi itu kan jalan pintas yang membikin tambahan kesulitan buat negara kecuali dibuktikan," katanya.
Baca juga: KADI Dinilai Pukul Rata Kenakan Bea Masuk Produk Keramik China, Faisal Basri: Seperti Pesilat Mabuk
"Buktikan dulu bahwa China dumping ada gak buktinya, kalau itu baru bisa nanti kita adu kuat di WTO sana, kalau tidak ya pasti kita kalah,” tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.