Pemerintah Mendatang Diharapkan Tempatkan Sistem Pilkada di Tanah Papua Secara Adat Budaya
Eks anggota MRP, Toni Wanggai mengatakan pesta demokrasi dengan pemilihan langsung di tanah Papua memunculkan permasalahan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Toni Wanggai mengatakan pesta demokrasi dengan pemilihan langsung di tanah Papua memunculkan permasalahan.
Masalah itu bukan hanya secara hukum, tapi berujung pada terciptanya konflik horizontal di tengah masyarakat.
Hal ini Toni sampaikan dalam paparannya di acara bedah buku 'Pilkada di Tanah Papua: Catatan Sejarah, Hukum dan Demokrasi' di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
"Pemilihan langsung kemudian menjadi problem, bukan hanya secara hukum tapi juga konflik horizontal masyarakat," kata Ketua PWNU Papua ini.
Konflik tersebut bisa terjadi imbas dari Pilkada yang disamakan dengan Pemilu dalam hal pemilihan secara langsung.
Toni menyebut, penyamaan itu membuat masyarakat berkonflik jika calon kepala daerah yang didukungnya kalah.
Dalam kesempatan yang sama, eks Ketua Badan Pengurus YLBHI, Alvon Kurnia Palma mengatakan sistem Noken jadi salah satu pemilihan di Papua yang menurutnya masuk akal.
Sebab lewat sistem Noken, kepala suku dapat memutuskan siapa sosok yang akan dipilih untuk memimpin daerahnya.
Menurutnya sistem Noken menjadi cara tradisional yang semestinya dikedepankan untuk menghormati masyarakat adat.
Sebab, sistem pemilu yang sesuai akan turut menghasilkan pemimpin yang memang dibutuhkan masyarakat setempat.
"Ini cara tradisional yang bisa dipakai untuk mengedepankan masyarakat adat," kata Alvon.
"Bagaimana sih sistem pemilu yang pas sesuai, dan kemudian itu bisa menghasilkan pemimpin yang memang dibutuhkan oleh masyarakat setempat," katanya.
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menyampaikan bahwa negara sudah semestinya melihat esensi berdemokrasi.