Imbas Larangan Paskibraka Gunakan Jilbab, MUI Minta Jokowi Pecat Kepala BPIP
Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, meminta Jokowi untuk memberhentikan Yudian Wahyudi dari jabatan Kepala BPIP.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kinerja Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi.
Evaluasi ini menyusul polemik larangan penggunaan jilbab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2024.
Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, meminta Jokowi untuk memberhentikan Yudian Wahyudi dari jabatan Kepala BPIP.
"Kami meminta Presiden untuk mengevaluasi kinerja BPIP, kami minta segera dicabut mandatnya kepada Kepala BPIP diberhentikan dan diganti," ujar Cholil dalam konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Selain Yudian, Cholil meminta jajaran BPIP yang terkait dengan keluarnya aturan ini untuk turut dievaluasi.
Dirinya menilai aturan pelarangan jilbab bagi Paskibraka, adalah kesalahan fatal yang bertentangan dengan Pancasila.
"Saya pikir adalah kesalahan fatal bagaimana keputusan Kepala BPIP bertentangan dengan peraturan BPIP dan tentu pasti bertentangan dengan Perpres, bertentangan dengan undang-undang, bertentangan dengan konstitusi kita, dan yang paling tinggi yang kita sepakati adalah dengan Pancasila," kata Cholil.
Baca juga: Rektor Undip Bantah Dokter PPDS Bunuh Diri karena Sering Dibully: Dia Punya Problem Kesehatan
Cholil meminta Kepala BPIP diisi oleh sosok yang lebih memahami Pancasila dan aturan perundang-undangan.
Selain itu, dirinya meminta agar Jokowi membersihkan BPIP dari kepentingan politis dan penafsiran Pancasila yang menyimpang.
Menurut Cholil, Yudian telah melanggar nilai Bhinneka Tunggal Ika yang menjamin keberagaman.
Pelarangan jilbab, kata Cholil, merupakan bentuk penyeragaman yang tidak sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika.
"Ini kan sudah jelas kita ini sepakat kebhinnekaan. Kok malah penyeragaman. itu sudah pasti adalah tafsir yang salah. kita sudah sepakat bahwa kita ini ketika upacara adat kita yang berbeda-beda, kemudian agama kita yang berbeda-beda menggunakan sesuai dengan adat dan agamanya menunjukkan tentang perbedaan-perbedaan kita, tapi kok ini diseragamkan. Saya yakin ini adalah bertentangan dengan Pancasila," pungkas Cholil.