Perjuangan Gabriel Dalang Cilik Anak Tukang Rosok, Lestarikan Budaya di Tengah Keterbatasan yang Ada
Sepenggal kisah inspiratif perjuangan Gabriel Sanata Putra untuk menjadi dalang profesional dimulai sejak kecil.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Nanda Lusiana Saputri
Keinginan besar untuk bisa pentas mendalang membuat sang ayah berusaha mencari cara agar sang anak bisa tampil meski harus merogoh kocek sendiri.
Seperti pada malam tirakatan peringatan HUT ke-79 RI pada 16 Agustus 2024 kemarin.
Gabriel tampil menghibur warga di Kelurahan Sekip, Banjarsari, Surakarta.
“Itu saya disuruh tapi juga mengajukan sendiri, tidak dibayar, dibiayai bapak.”
“Bapak berpesan, golek jeneng sik, jenange mara dewe,” ujarnya.
Kalimat itu bermakna yang penting orang mengenal nama kita dulu, nanti rezeki akan mengikuti sendiri.
“Yang penting saya bisa mayang,” ungkap Gabriel.
Gabriel mengungkapkan, untuk membiayai pentasnya, sang ayah merogoh biaya hampir Rp 5 juta.
“Itu untuk membayar wiyaga (penabuh gamelan), sinden, sewa wayang, geber, sampai biaya latihan,” ujarnya.
“Sama Tuhan sudah dikasih rezeki, ngedur juga bapak kerjanya, kerja ekstra banting tulang,” tambahnya.
Saat pentas di malam peringatan Kemerdekaan Indonesia, Gabriel membawakan cerita Sumantri Ngenger.
“Saya kalau mendengarkan cerita Sumantri Ngenger bisa nangis, kalau memainkan juga nangis,” ungkap Gabriel.
Hal itu dikarenakan Gabriel merasakan ada kemiripan cerita Sumantri Ngenger dengan penggal kisah kehidupannya.
Kisah Sumantri, seorang ksatria menghadapi berbagai ujian dan rintangan untuk membuktikan kesetiaannya.