Cerita Istri Tahanan Ditelepon Petugas Rutan KPK, Diminta Rp 25 Juta Buat Biaya Suami Pindah Sel
Awalnya Arum tak menggubris Melon lantaran Arum mengira Melon hanyalah seorang penipu.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi bernama Arum Indri dalam lanjutan sidang perkara dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di lingkungan Rutan KPK.
Arum Indri merupakan istri dari salah satu tahanan KPK, Adi Jumal Widodo. Adi terjerat dalam kasus jual beli jabatan di Pemkab Pemalang.
Baca juga: Sidang Pungli Rutan KPK, Jaksa Panggil Azis Syamsuddin hingga Emirsyah Satar
Dalam kesaksiannya, Arum mengaku Adi Jumal pernah dimintai uang oleh petugas Rutan KPK.
Petugas Rutan KPK yang disebut Arum sebagai "Melon", menelepon dia pada 2022.
Baca juga: Dugaan Pungli di Samsat Kota Bekasi: Aipda P Minta Rp550.000 Urus BPKB Padahal Ini Harga Normalnya
Melon menawarkan pemindahan ruang tahanan untuk Adi Jumal. Sebab, Adi ditahan di ruang isolasi.
Selang dua hari ditahan KPK, Arum ditelepon oleh Melon dan menawarkan pemindahan ruang tahanan agar bergabung dengan tahanan lain dengan syarat membayar Rp 25 juta.
“Petugas KPK bernama Melon ini cuma meminta untuk mengirimkan sejumlah uang agar suami saya berpindah dan bergabung dengan tahanan lain. Kalau tidak mau mengirimkan uang, suami saya tetap di ruang isolasi,” ucap Arum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/9/2024).
Arum menyebut ditelepon dua hingga tiga kali oleh Melon.
Awalnya Arum tak menggubris Melon lantaran Arum mengira Melon hanyalah seorang penipu.
Namun, setelah ditelepon kembali, Arum baru percaya bahwa itu memang dari petugas rutan KPK dan mengambil tawaran tersebut.
Arum diketahui mentransfer uang sebanyak Rp 26 juta.
Rinciannya Rp 25 juta untuk memindahkan suaminya dari tahanan isolasi ke ruang tahanan biasa dan membeli handphone sebesar Rp1 juta.
“Saya khawatir dengan kondisi suami. Jadi, iya. Saya kirim uang agar suami dipindah dari ruang isolasi. Saya tidak tahu kalau ternyata Rp25 juta itu sudah termasuk membeli handphone. Jadi saya kirim Rp26 juta, 25 untuk pindah, 1 juta itu untuk beli hp,” kata Arum.
Baca juga: Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Eks Karutan KPK di Kasus Pungli
Arum mengaku terpaksa mentransfer uang sebanyak Rp 26 juta ke rekening atas nama Surisma Dewi.
“Iya, saya terpaksa. Saya takut suami tertekan (di ruang isolasi, red),” tuturnya.
Dalam kasus dugaan pungli di Rutan Cabang KPK, terdapat 15 terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada para tahanan senilai total Rp6,38 miliar pada rentang waktu tahun 2019–2023.
Sebanyak 15 orang dimaksud, yakni Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi, Pelaksana Tugas Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Selain itu, ada pula para petugas Rutan KPK meliputi Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.
Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4).
Dari setiap Rutan Cabang KPK, pungli yang dikumpulkan senilai Rp80 juta setiap bulannya.
Perbuatan korupsi dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp399,5 juta, Hengki Rp692,8 juta, Ristanta Rp137 juta, Eri Rp100,3 juta, Sopian Rp322 juta, Achmad Rp19 juta, Agung Rp91 juta, serta Ari Rp29 juta.
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp160,5 juta, Mahdi Rp96,6 juta, Suharlan Rp103,7 juta, Ricky Rp116,95 juta, Wardoyo Rp72,6 juta, Abduh Rp94,5 juta, serta Ramadhan Rp135,5 juta.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa tergolong sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.