Kala Seorang Mahasiswa Tanyakan Keberanian Pimpinan KPK Sentuh Elit Politik Soal Bansos di Pilpres
KPK Nawawi Pomolango saat diskusi publik bertajuk Konflik Kepentingan Sebagai Pintu Masuk Korupsi di Hotel Royal Kuningan Jakarta Selatan pada Selasa
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang mahasiswa bernama Ahmad Rizky dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa bertanya kepada Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango saat diskusi publik bertajuk Konflik Kepentingan Sebagai Pintu Masuk Korupsi di Hotel Royal Kuningan Jakarta Selatan pada Selasa (24/9/2024).
Dalam sesi tanya jawab, Rizky bertanya tentang keberanian KPK untuk menyentuh elit pemerintah atau elit politik terkait dugaan penyalahgunaan bansos dalam Pilpres 2024 lalu.
Ia mengaku bertanya soal itu karena menurutnya dugaan penyalahgunaan bansos dalam Pilpres 2024 tersebut terindikasi korupsi.
"Yang saya pertanyakan itu untuk Pak Nawawi, apakah KPK ini tidak berani untuk menyentuh elit pemerintah atau elit politik?" kata Rizky.
"Karena yang saya tahu berita untuk pemeriksaan dari indikasi korupsi bansos itu tidak ada saya cari-cari," sambung dia.
Menjawab hal tersebut, Nawawi menjelaskan terkait perbedaan rumusan antara Undang-Undang (UU) KPK lama yakni UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dengan UU KPK baru yakni UU nomor 19 tahun 2019.
Perbedaan tersebut, kata Nawawi, ada pada penambahan frasa "dalam rumpun kekuasaan eksekutif" pada UU KPK baru.
Sedangkan pada UU KPK yang lama, kata dia, hanya menyebut KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas itu bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Perbedaan tersebut, kata dia, menimbulkan perdebatan terkait indepedensi KPK.
Menurutnya secara pribadi, seharusnya tidak boleh ada bentuk intervensi dalam hal apapun kepada KPK dan KPK harus bergerak dalam setiap isu yang menyangkut korupsi.
Ia pun mengatakan ada kondisi di internal KPK di mana terdapat kedeputian khususnya bagian penindakan mayoritasnya diisi oleh aparat penegak hukum dari lembaga lain.
"Tetapi itu, tadi kita katakan bahwa pelaksanaan kebijakan atau keputusan dari para pimpinan, kadang-kadang ada saja persoalan di dalamnya," kata dia.
Di KPK, lanjut dia, juga ada direktorat monitoring yang melakukan kajian terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk masalah bansos.
KPK, kata dia, juga sudah mempublikasikan rekomendasi terakhir terkait bansos di mana seharusnya bansos tidak diberikan dalam bentuk barang lagi, melainkan dalam bentuk uang yang didasarkan pada data dari lembaga kependudukan dan catatan sipil.
"Tetapi pelaksanaanya seperti yang kita lihat sekarang ini. Untuk case yang tadi disebutkan, itu yang paling update, yang paling terbaru barangkali. Tapi untuk kasus-kasus sebelumnya Pilpres itu, KPK menangani beberapa perkara bansos yang sampai sekarang juga masih sementara dalam proses penyidikan, bukan yang ramai-ramai kemarin di Pilpres," kata dia.
Baca juga: Nawawi Pomolango Harap UU KPK Direvisi: agar Lembaga Antirasuah Bisa Tangani Konflik Kepentingan
"Tetapi bansos yang sebelum pelaksanaan Pilpres, ya (bansos pada saat covid-19). Kita masih tetap melaksanakan itu, dan mungkin salam waktu dekat akan naik ke tingkat penyidikan," sambung dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.