Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Harga Beras di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Negara Asean Lainnya, Ini Kata SPI

Henry berharap di pemerintahan Prabowo Subianto kelak, Bapanas bisa lebih memerhatikan kesejahteraan petani

Penulis: Erik S
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Harga Beras di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Negara Asean Lainnya, Ini Kata SPI
Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific dari World Bank Carolyn Turk 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Bank Dunia atau World Bank mengungkap harga beras di Indonesia konsisten lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya. 

Akibatnya, kata Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific dari World Bank Carolyn Turk, konsumen Indonesia harus membayar makanan mereka lebih mahal karena harga beras yang tinggi. 

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menyoroti peran pemerintah dalam mensejahterakan petani. 

"Bayangkan saja, gabah yang dijual petani hanya dihargai Rp6 ribu per kilogram. Setelah diolah dan dikemas, dijual dengan mengikuti harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Bapanas cukup tinggi. Lebih dari Rp15 ribu per kilogram," papar Henry di Jakarta, Rabu (25/9/2024).

Baca juga: Tak Terima Beras RI Disebut Termahal di ASEAN, Bos Bapanas Ungkap Motif Bank Dunia: Biar Impor Lagi

Masalah ini, menurut Henry pernah disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo. SPI bahkan mengkritik kebijakan Bapanas.

Untuk itu, Henry berharap di pemerintahan Prabowo Subianto kelak, Bapanas bisa lebih memerhatikan kesejahteraan petani.

Berita Rekomendasi

"Kami berharap betul kepada beliau, punya perhatian yang serius terhadap sektor pertanian. Lindungilah kami-kami ini," beber dia.

Dia berharap, pemerintahan Prabowo memilih figur yang anti neoliberalisme memimpin Bapanas.  Sosok yang benar-benar paham sektor pertanian dan berpihak kepada petani. Tata kelola perberasan nasional sebaiknya diserahkan kepada industri kecil dan koperasi. Bukan membuka ruang sebebas-bebasnya kepada kapitalis bermodal besar.

"Satu lagi, Perum Bulog lebih diberdayakan. Kami melihat, Bulog punya keterbatasan keuangan sehingga tidak bisa menyerap gabah petani secara maksimal," kata Henry.

Satu hal lagi, menurut Henry, alih fungsi lahan pertanian di era Jokowi, cukup luas. Dia mencatat lebih dari 1,5 juta hektare.

"Ini hanya terjadi saat Jokowi. Misalnya, berapa ribu hektare sawah yang musnah untuk Bendara Kertajati, jalan tol, PIK dan PSN-PSN lainnya. Jangan heran kalau kesenjangan lahan pertanian semakin menjulang," ungkapnya.

Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Ketum Perpadi), Sutarto Alimoeso mengatakan, mahalnya beras di Indonesia karena panjangnya rantai pasok. Ditambah sulitnya petani mendapatkan kebutuhan pupuk hingga benih unggulan.

"Nah saya biasa di lapangan, memang betul panjang (rantai pasok). Jadi dari petani itu, petani yang bekerja 4 bulan sudah mendapatkan pupuknya susah, ya kan, mendapatkan benih yang berkualitas juga susah, sehingga ada yang beli melalui online, online kualitasnya tidak jelas. Yang begini harusnya dikontrol, sehingga produktivitas terganggu," kata eks Direktur Utama Perum Bulog itu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas