Kasus KKN Soeharto Dianggap Sudah Selesai Setelah Penghapusan Namanya dari TAP MPR RI
Jimly mengatakan penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR RI 11/1998 itu menandakan presiden kedua RI itu sudah tidak terbukti secara hukum telah KKN
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terhadap Presiden RI ke-2, Soeharto dianggap sudah selesai setelah penghapusan namanya dari Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998.
Adapun penghapusan nama Soeharto dalam TAP MPR 11/1998 tentang perintah agar penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN itu disepakati dalam Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR Periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/9/2024) lalu.
Baca juga: Nama Soeharto Dihapus Dalam TAP MPR soal KKN, Titiek: Tidak Ada Manusia yang Sempurna
Dari dokumen yang dibuat pimpinan MPR, ada sejumlah dasar kasus KKN mantan presiden kedua RI tersebut dianggap sudah dinyatakan selesai.
Di antaranya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang menerbitkan surat ketetapan perintah penghentian penuntutan atau SKP3 pada 2006. Namun, saat itu Kejagung tetap menggugat secara perdata terhadap yayasan milik Soeharto.
Baca juga: MPR Setujui Surat Fraksi Golkar, Presiden Soeharto Tak Lagi Disebut dalam TAP MPR 11/1998
Hasilnya, pengadilan melalui berbagai putusan mulai Putusan Pengadilan Negeri (PN) sampai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung menyatakan Yayasan Supersemar terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum pada 2015 lalu.
Dalam amar putusannya, Yayasan Supersemar diharuskan membayar kerugian kepada negara. Namun, sampai saat ini baru dibayarkan sebagian kepada negara
"Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum diatas maka kami bersepakat terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara diri pribadi Bapak Haji Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan," kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo saat silaturahmi kebangsaan pimpinan MPR RI dengan keluarga Soeharto di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2024).
Karena itu, Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, menuturkan upaya hukum kepada Soeharto secara pribadi sudah selesai. Apalagi, ketentuan pasal 77 KUHP juga menjelaskan tuntutan pidana dihapus jika tertuduh meninggal dunia.
"Jadi sudah dilaksanakan, dendam apalagi harus kita pertahankan. Kita adalah bukan bangsa pendendam," jelasnya.
Sementara itu, Anggota MPR RI dari Kelompok DPD sekaligus Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengatakan penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR RI 11/1998 itu menandakan presiden kedua RI itu sudah tidak terbukti secara hukum telah KKN.
"Bahwa pernyataan di dalam TAP MPR nomor 11 terkait Pak Soeharto terlibat KKN itu, itu tidak terbukti secara hukum lagi. Iya bisa ditafsirkan begitu," kata Jimly saat ditemui seusai silaturahmi kebangsaan pimpinan MPR RI dengan keluarga Soeharto.
Jimly menyampaikan bahwa TAP MPR 11/1998 tetap berlaku. Akan tetapi, aturan itu kini bisa ditafsirkan bahwa sudah tidak ada masalah secara hukum lagi yang dilakukan Soeharto.
Dia pun memahami penghapusan nama Soeharto dalam TAP MPR 11/1998 dapat memberikan kekecewaan sejumlah pihak. Akan tetapi, ia menyatakan keputusan itu diambil untuk semangat rekonsiliasi.
"Kalau mengaitkan dengan korban, ya susah. Tapi yang semangatnya ini rekonsiliasi. Sudah lupakan, jangan dendam. Nah, jadi di bawah kepemimpinan Presiden baru, ada tiga aspek rekonsiliasi yang bisa diharap. Satu, rekonsiliasi sejarah. Jadi sejarah masa lalu, masa kini, masa depan," jelasnya.
Baca juga: Begini Reaksi Titiek Soeharto Disapa dan Disalami Prabowo Subianto: Selamat Ya, Dari Dapil Mana?
Adapun dokumen penghapusan nama Soeharto dalam TAP MPR 11/1998 diserahkan pimpinan MPR kepada kedua putri Soeharto. Mereka adalah Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soehato dan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
TAP MPR 11/1998 yang dimaksudkan berisikan tentang perintah untuk penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tertuang dalam pasal 4 TAP MPR itu secara eksplisit nama Soeharto yang kini dihapus.
TAP MPR itu diteken oleh Ketua MPR RI Harmoko pada 13 November 1998 lalu. Aturan itu dikeluarkan untuk menjadi tuntutan agar para penyelenggara negara menjalankan tugas dan fungsinya bebas dari KKN dari swasta, konglomerat maupun mantan presiden sekalipun.
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia," bunyi pasal 4 dalam TAP MPR 11/1998 tersebut.